Selasa, 28 Oktober 2014

RUTINAN DZIKIR BERSAMA DAN TAHLILAN. DENGAN SATU. SUARA


RUTINAN DZIKIR BERSAMA DAN TAHLILAN DENGAN SATU SUARA
JAWABAN TERHADAP WAHABI

WAHABI: “Anda belum menjawab, alasan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah membid’ahkan doa bersama setelah shalat, baik dimpimpin oleh seorang imam atau berdoa sendiri-sendiri.”

SUNNI: “Doa bersama dengan dipimpin oleh seorang imam, itu telah diamalkan oleh umat Islam sejak generasi salaf, dan memiliki dasar yang sangat kuat dalam al-Qur’an dan hadits.”

WAHABI: “Owh, mana dalil al-Qur’an nya?

SUNNI: “Dalam al-Qur’an, Allah subhanahu wata’ala menceritakan tentang dikabulkannya doa Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalaam:

قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيمَا. (يونس : ٨٩).

“Allah berfirman: “Sesungguhnya telah diperkenankan doa kamu berdua, oleh karena itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus.” (QS. Yunus : 89).

Dalam ayat di atas, al-Qur’an menegaskan tentang dikabulkannya doa Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalaam. Padahal yang berdoa sebenarnya Nabi Musa ‘alaihissalaam, sedangkan Nabi Harun ‘alaihissalaam hanya mengucapkan amin, sebagaimana diterangkan oleh para ulama ahli tafsir. Nabi Musa ‘alaihissalam yang berdoa dan Nabi Harun ‘alaihissalam yang mengucapkan amin, dalam ayat tersebut sama-sama dikatakan berdoa. Hal ini menunjukkan bahwa doa bersama dengan dimpimpin oleh seorang imam adalah ajaran al-Qur’an, bukan ajaran terlarang. (Bisa dilihat dalam Tafsir al-Hafizh Ibnu Katsir, 4/291).”

WAHABI: “Selain dalil al-Qur’an, apakah ada dalil hadits?”

SUNNI: “Ya ada. Misalnya hadits berikut ini:

Pertama, hadits Habib bin Maslamah al-Fihri:

عَنْ حَبِيْبِ بْنِ مَسْلَمَةَ الْفِهْرِيِّ وَكَانَ مُجَابَ الدَّعْوَةِ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: لاَ يَجْتَمِعُ قَوْمٌ مُسْلِمُوْنَ يَدْعُوْ بَعْضُهُمْ وَيُؤَمِّنُ بَعْضُهُمْ إِلاَّ اسْتَجَابَ اللهُ دُعَاءَهُمْ. رواه الطبراني في الكبير و الحاكم في المستدرك وقال صحيح على شرط مسلم، وقال الحافظ الهيثمي في مجمع الزوائد: رجاله رجال الصحيح غير ابن لهيعة وهو حسن الحديث.

“Dari Habib bin Maslamah al-Fihri radhiyallahu ‘anhu –beliau seorang yang dikabulkan doanya-, berkata: “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak lah berkumpul suatu kaum Muslimin, lalu sebagian mereka berdoa, dan sebagian lainnya mengucapkan amin, kecuali Allah pasti mengabulkan doa mereka.” (HR. al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [3536], dan al-Hakim dalam al-Mustadrak 3/347. Al-Hakim berkata, hadits ini shahih sesuai persyaratan Muslim. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma’ al-Zawaid 10/170, para perawi hadits ini adalah para perawi hadits shahih, kecuali Ibn Lahi’ah, seorang yang haditsnya bernilai hasan.”

Hadits di atas, memberikan petunjuk kepada kita, agar sering berkumpul untuk melakukan doa bersama, sebagian berdoa, dan yang lainnya membaca amin, agar doa dikabulkan.

Kedua, hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: اَلدَّاعِيْ وَالْمُؤَمِّنُ فِي اْلأَجْرِ شَرِيْكَانِ. رواه الديلمي في مسند الفردوس بسند ضعيف.

“Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang yang berdoa dan orang yang membaca amin sama-sama memperoleh pahala.” (HR. al-Dailami [3039] dalam Musnad al-Firdaus dengan sanad yang lemah).

Kelemahan hadits ini dapat dikuatkan dengan hadits sebelumnya dan ayat al-Qur’an di atas.

Ketiga, hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:

عن أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : أُعْطِيتُ ثَلاَثَ خِصَالٍ : صَلاَةً فِي الصُّفُوفِ ، وَأُعْطِيتُ السَّلاَمَ وَهُوَ تَحِيَّةُ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَأُعْطِيتُ آمِينَ ، وَلَمْ يُعْطَهَا أَحَدٌ مِّمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، إِلاَّ أَنْ يَكُونَ الله أَعْطَاهَا هَارُونَ ، فَإِنَّ مُوسَى كَانَ يَدْعُو وَيُؤَمِّنُ هَارُونَ. رواه الحارث وابن مردويه وسنده ضعيف


Anas bin Malik berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku dikaruniakan tiga perkara; shalat dalam shaf-shaf. Aku dikaruniakan salam, yaitu penghormatan penduduk surga. Dan aku dikaruniakan Amin, dan belum pernah seseorang sebelum kalian dikaruniakan Amin, kecuali Allah karuniakan kepada Harun. Karena sesungguhnya Musa yang selalu berdoa, dan Harun selalu membaca amin.” (HR al-Harits bin Abi Usamah dan Ibnu Marduyah. Sanad hadits ini dha’if. Lihat, al-Amir al-Shan’ani, al-Tanwir Syarh al-Jami’ al-Shaghir, 2/488).

Kelemahan hadits ini dapat diperkuat dengan hadits-hadits sebelumnya serta ayat al-Qur’an di atas. Hadits di atas mengisyaratkan pentingnya membaca amin bagi orang orang lain, sebagaimana bacaan amin Nabi Harun ‘alaihissalam atas doa Nabi Musa ‘alaihissalam.

Keempat, hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha

عن عائشة - رضي الله عنها - عن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: مَا حَسَدَتْكُمُ الْيَهُوْدُ عَلىَ شَيْءٍ مَا حَسَدُوْكُمْ عَلىَ السَّلاَمِ وَالتَّأْمِيْنِ أخرجه البخاري في الأدب المفرد وأحمد بمعناه ابن ماجة وقال البوصيري هذا إسناد صحيح، وإسحاق بن راهوية في مسنده قال الأمير الصنعاني قد صححه جماعة، وقال الحافظ ابن حجر صححه ابن خزيمة وأقره.
.
“Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang-orang Yahudi tidak hasud kepada kalian melebihi hasud mereka pada ucapan salam dan amin.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad [988], Ahmad 6/134, Ibnu Majah [856], dan Ibnu Rahawaih dalam al-Musnad [1122]. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, al-Hafizh Ibnu Hajar, al-Hafizh al-Bushiri dan lain-lain. Lihat al-Amir al-Shan’ani, al-Tanwir Sayrh al-Jami’ al-Shaghir, 9/385).

Hadits di atas menganjurkan kita memperbanyak ucapan salam dan amin. Tentu saja ucapan salam kepada orang lain. Demikian pula memperbanyak ucapan amin, baik untuk doa kita sendiri, maupun doa orang lain. Hadits ini juga menjadi dalil, bahwa ajaran Syiah sangat dekat dengan Yahudi, karena sama-sama melarang membaca amin.

Dari paparan di atas, jelas sekali bahwa doa bersama, dengan dipimpin oleh seorang imam memang ajaran al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

WAHABI: “Bagaimana tanggapan Anda terhadap fatwa Imam Ahmad bin Hanbal radhiyallahu ‘anhu berikut ini:

Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya:

يكره أن يجتمع القوم يدعون الله سبحانه وتعالى ويرفعون أيديهم؟

“Apakah diperbolehkan sekelompok orang berkumpul, berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan mengangkat tangan?”

Maka beliau mengatakan:

ما أكرهه للإخوان إذا لم يجتمعوا على عمد، إلا أن يكثروا

“Aku tidak melarangnya jika mereka tidak berkumpul dengan sengaja, kecuali kalau terlalu sering.” (Diriwayatkan oleh Al-Marwazy di dalam Masail Imam Ahmad bin Hambal wa Ishaq bin Rahuyah 9/4879)

SUNNI: “Semoga Allah meridhai dan merahmati Sayyidina al-Imam Ahmad bin Hanbal. Semoga Allah mengalirkan berkah beliau dan ilmunya kepada kami. Fatwa Imam Ahmad bin Hanbal, tidak diikuti oleh mayoritas ulama. Dalam fatwa di atas, Imam Ahmad tidak suka orang-orang melakukan doa bersama dan dzikir bersama apabila dilakukan dengan sengaja dan terlalu sering.”

WAHABI: “Mengapa mayoritas ulama tidak mengikuti fatwa Imam Ahmad bin Hanbal? Bukankah beliau ulama salaf yang diakui kehebatannya dalam ilmu dan amal?”

SUNNI: “Mayoritas ulama menghargai fatwa beliau, tetapi tidak mengikutinya, karena dalil-dalil Sunnah sangat kuat menganjurkan doa bersama dan dzikir bersama. Sebagaimana dimaklumi, Imam Ahmad dalam fatwanya tidak menjelaskan dalilnya, dan para ulama Wahabi juga tidak pernah menjelaskan dalil beliau.”

WAHABI: “Mana dalilnya? Jangan-jangan dalilnya hanya sedikit.”

SUNNI: “Akhi, dalil itu, selama metode istinbath nya shahih, meskipun hanya ada satu dalil, itu sudah dibenarkan dalam kacamata agama. Apalagi dalilnya banyak. Selain dalil-dalil di atas, yang menganjurkan doa bersama, banyak sekali hadits-hadits yang menganjurkan doa bersama dan dzikir bersama. Misalnya hadits berikut ini:


 إِلهَ إِلاَّ اللهُ فَرَفَعْنَا أَيْدِيَنَا سَاعَةً ثُمَّ وَضَعَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه ووسلم يَدَهُ ثُمَّ قَالَ الْحَمْدُ للهِ اللّهُمَّ إِنَّكَ بَعَثْتَنِيْ بِهَذِهِ الْكَلِمَةِ وَأَمَرْتَنِيْ بِهَا وَوَعَدْتَنِيْ عَلَيْهَا الْجَنَّةَ إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ ثُمَّ قَالَ أَبْشِرُوْا فَإِنَّ اللهَ قَدْ غَفَرَ لَكُمْ. (رواه أحمد والحاكم والطبراني والبزار وحسنه الحافظ المنذري).

“Syaddad bin Aus berkata, “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba beliau berkata, “Apakah di antara kalian ada orang asing (ahli kitab)?” Kami menjawab, “tidak ada wahai Rasulullah.” Lalu beliau memerintahkan agar mengunci pintu dan berkata, “Angkatlah tangan kalian, lalu katakan Laa ilaaha illallaah!” Kami mengangkat tangan beberapa saat, kemudian Rasulullah meletakkan tangannya. Lalu bersabda, “Alhamdulillah. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengutusku membawa kalimat tauhid ini, Engkau memerintahkannya kepadaku dan menjanjikanku surga karenanya, sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji.” Kemudian beliau bersabda, “Bergembiralah, sesungguhnya Allah telah mengampuni kalian.” (HR. Ahmad [17121], al-Hakim 1/501, al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin [921], dan al-Bazzar. Hadits ini dihasankan oleh al-Hafizh al-Mundziri dalam al-Targhib wa al-Tarhib 2/415).

Perhatikan, dalam hadits di atas, para sahabat membaca kalimah thoyyibah bersama-sama berdasarkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Berarti berdzikir dengan satu suara itu tidak tercela, bahkan bagus dilakukan berdasarkan hadits tersebut.

Wallahu a’lam إِلهَ إِلاَّ اللهُ فَرَفَعْنَا أَيْدِيَنَا سَاعَةً ثُمَّ وَضَعَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه ووسلم يَدَهُ ثُمَّ قَالَ الْحَمْدُ للهِ اللّهُمَّ إِنَّكَ بَعَثْتَنِيْ بِهَذِهِ الْكَلِمَةِ وَأَمَرْتَنِيْ بِهَا وَوَعَدْتَنِيْ عَلَيْهَا الْجَنَّةَ إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ ثُمَّ قَالَ أَبْشِرُوْا فَإِنَّ اللهَ قَدْ غَفَرَ لَكُمْ. (رواه أحمد والحاكم والطبراني والبزار وحسنه الحافظ المنذري).

“Syaddad bin Aus berkata, “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba beliau berkata, “Apakah di antara kalian ada orang asing (ahli kitab)?” Kami menjawab, “tidak ada wahai Rasulullah.” Lalu beliau memerintahkan agar mengunci pintu dan berkata, “Angkatlah tangan kalian, lalu katakan Laa ilaaha illallaah!” Kami mengangkat tangan beberapa saat, kemudian Rasulullah meletakkan tangannya. Lalu bersabda, “Alhamdulillah. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengutusku membawa kalimat tauhid ini, Engkau memerintahkannya kepadaku dan menjanjikanku surga karenanya, sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji.” Kemudian beliau bersabda, “Bergembiralah, sesungguhnya Allah telah mengampuni kalian.” (HR. Ahmad [17121], al-Hakim 1/501, al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin [921], dan al-Bazzar. Hadits ini dihasankan oleh al-Hafizh al-Mundziri dalam al-Targhib wa al-Tarhib 2/415).

Perhatikan, dalam hadits di atas, para sahabat membaca kalimah thoyyibah bersama-sama berdasarkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Berarti berdzikir dengan satu suara itu tidak tercela, bahkan bagus dilakukan berdasarkan hadits tersebut.

Wallahu a’lam


حكم امامة النساء بالرجال


حكم إمامة المرأة بالرجال في الصلاة

الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسول الله -صلى الله عليه، وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد:

فقد ظهرت بادرة خطيرة في زماننا هذا من تسلط الكافرين على المسلمين ومحاولتهم طمس هوية المسلمين وتغيير دينهم؛ حتى ظهر بعض النسوة من أبناء جلدتنا يتكلمن بلغتنا وينسبن أنفسهن إلى ديننا ممن يُردن مساواتهن بالرجال في كل صغيرة وكبيرة بما في ذلك الإمامة في الصلاة، فتقدمت إحداهن -في بلاد أمريكا- لتؤذِّن للناس بالصلاة، وتقدمت أخرى للصلاة بهم؛ فلما أُنكِر عليهن، قلن: إن هذا الفعل بهذه الطريقة جائز شرعاً، وأن هذا من ديننا وليس محرماً، فأحببت أن أبحث هذه المسالة لبيان الحق فيها، وحتى لا يكون هؤلاء وأمثالهم مرجعاً لبيان الأحكام؛ وإنما يتبين الحكم ببيان أهل العلم، والله يقول: ﴿فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ﴾ [النحل: 43]، ولسنا في حاجة لأمريكا ولا لأذنابهم لمعرفة أحكام ديننا؛ فأقول مستعيناً بالله رب العالمين، وهو حسبي ونعم الوكيل:

إن فقهاء المذاهب الإسلامية المشهورة المتبوعة في سائر بلاد المسلمين قد نصوا على حرمة أن تؤم النساءُ الرجالَ، وعلى بطلان صلاة الرجال الذين يأتمون بالنساء، وإليك أقوالهم:

فأما الحنفية، فقد ذكر السرخسي في المبسوط أن مذهبهم في هذه المسألة هو: أن المرأة لا تصلح لإمامة الرجال(1)، وذكر في فقه العبادات أن الذكورة المحققة شرط من شروط صحة صلاة الجماعة،قال: "فخرج بذلك الخنثى (لأن ذكورتها غير محققة) والمرأة. فلا تصح إمامة النساء للرجال مطلقاً لا في فرض ولا في نفل"(2).

وأما المالكية، فقد ذكر ابن رشد الحفيد في بداية المجتهد أن مذهبهم كمذهب الشافعية والحنابلة والحنفية والمالكية وهو أنه لا يجوز أن تؤم المرأةُ الرجالَ(3)، ونص في الفواكه الدواني على بطلان صلاة الرجل خلفها.(4)

وأما الشافعية، فقال القفال الشاشي: "ولا تصح إمامة المرأة للرجال"(5)، ونقل النووي اتفاق الشافعية على ذلك(6)، وسواء في منع ذلك عندهم إمامة المرأة للرجال في صلاة الفرض أو التراويح أو سائر النوافل، قالوا: فإن صلى خلفها ولم يعلم ثم علم لزمه الإعادة -بلا خلاف- لأن عليها أمارة تدل على أنها امرأة، فلم يعذر في صلاته خلفها(7).

وأما الحنابلة، فقد قال ابن قدامة: "لا يصح أن يأتم رجل بامرأة في الصحيح من المذهب وهو قول عامتهم، قال البيهقي: وعليه الفقهاء السبعة والتابعون"(8)، وقال المرداوي: "ولا تصح إمامة المرأة للرجل هذا المذهب مطلقاً"(9)، وعلى هذا يجب على من صلى خلفها من الرجال الإعادة. وعن أحمد رواية أخرى وهي: صحة إمامتها في النفل، وعنه: تصح في التراويح نص عليه وهو الأشهر عند المتقدمين(10) من أصحابه، وقيل: إنما يجوز إمامتها في القراءة خاصة دون بقية الصلاة(11). وخصّ بعض الحنابلة الجواز: بذي الرحم، وخصه بعضهم: بكونها عجوزاً، وخصه آخرون: بأن تكون أقرأ من الرجال(12)، ومن قال بالصحة منهم قال: تقف خلفهم ويقتدون بها في جميع أفعال الصلاة؛ لأنه أستر لها ويقتدون بها.(13)

وأما الزيدية، فقد نص في الأزهار على بطلان الصلاة، قال في سياق ذكره لعدم المشروعات في الصلاة: "وامرأة برجل أو العكس إلا مع رجل"(14)، قال في التاج المذهب: "والحال الرابع: أن تصلي امرأة برجل فإن ذلك لا يصح سواء كان الرجل محرماً لها أم لا"(15). وهذا ما ذكره الشوكاني في السيل الجرار(16)، ونسبه في نيل الأوطار إلى العترة.(17)

وأما الظاهرية، فقال ابن حزم: "ولا يجوز أن تؤم المرأة الرجلَ ولا الرجال وهذا ما لا خلاف فيه، وأيضاً؛ فإن النص قد جاء بأن المرأة تقطع صلاة الرجل إذا فاتت أمامه"(18).

والقول بالحرمة وعدم صحة الصلاة هو ما درجت عليه اللجنة الدائمة في فتاواها.(19)

إلا أن شيخنا العلامة: عبد الكريم زيدان -حفظه الله- في كتابه المفصل في أحكام المرأة ذهب إلى رأي مخالف حيث قال: "والراجح جواز أن تؤم المرأة الرجل مع أهل بيتها في دارها إذا كانت المرأة هي الأولى بالإمامة من الرجل لكونها أقرأ وأفقه فقد روى أبو داود في سننه حديث أم ورقة برواية جاء فيها: «وكانت -أم ورقة- قد قرأت القرآن فاستأذنت النبي -صلى الله عليه وسلم- أن تتخذ في دارها مؤذناً..» وكان مؤذنها شيخاً كبيراً كما جاء في الحديث الذي ذكرناه في الفقرة السابقة، وهذا يدل على عدم قدرته على الإمامة وأن أم ورقة كانت أقدر منه وأكفأ في الإمامة. أما إمامة المرأة للرجل أو للرجال في المسجد فلا يجوز إتباعاً لمذهب الجمهور، والذي يؤيده أنه لم ينقل إلينا ولو لمرة واحدة، أن المرأة صارت إماماً في الصلاة لجماعة الرجال لا في عهد الصحابة ولا في عهد من جاء بعدهم من التابعين"(20).

أدلة الجمهور على المنع:

وإنما اتفق الجمهور على منعها أن تؤم الرجال لأدلة منها:


. أنه قد ورد ما يدل على أنهن لا يصلحن لتولي شيء من الأمور، وهذا من جملة الأمور بل هو أعلاها وأشرفها، فعموم قوله -صلى الله عليه وآله وسلم- «لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة»(21) يفيد منعهن من أن يكون لهن منصب الإمامة في الصلاة للرجال.(22)

2. ولحديث جابر بن عبد الله -رضي الله عنهما- قال: خطبنا رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فقال: «لا تؤمن امرأةٌ رجلا»(23).

3. ولحديث: «أخروهن حيث أخرهن الله»(24).

4. ولأنه لم يثبت عن النبي -صلى الله عليه وآله وسلم- في جواز إمامة المرأة بالرجل أو الرجال شيء، ولا وقع ذلك في عصره ولا في عصر الصحابة والتابعين من ذلك شيء.(25)

5. ولأنه لو كانت إمامتهن جائزة لنقل ذلك عن الصدر الأول(26)، لاسيما والصلاة من مسائل العبادات والأمر فيها مبني على التوقف.(27)

6. ولأن رسول الله -صلى الله عليه وآله وسلم- قد جعل صفوفهن بعد صفوف الرجال؛ وذلك لأنهن عورات وائتمام الرجل بالمرأة خلاف ما يفيده هذا.(28) وحيث كانت سنتهن في الصلاة التأخير عن الرجال عُلِم من ذلك أنه لا يجوز لهن التقدم على الرجال.(29)

7. ولأن الإمامة خطة شريفة في الدين ومن شرائع المسلمين(30)، ولا يُعرف طريقها إلا عن المشرِّع وحده، والمشرِّع ذكر لنا إمامة الرجال فقط.

القائلين بالجواز:

حُكي عن أبي ثور وابن جرير الطبري أنهما يجيزان إمامة المرأة بالرجال في صلاة التراويح إذا لم يكن هناك قارئ غيرها(31)، وتقف خلف الرجال(32)، ونقل ابن رشد والنووي عنهما جواز إمامتها على الإطلاق.(33)

أدلة المجيزين لإمامتها:

وقد استدلا بما رواه أبو داود والدارقطني والبيهقي وغيرهم عن أم ورقة: «أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- كان يزورها في بيتها وجعل لها مؤذناً يؤذن لها وأمرها أن تؤم أهل دارها».

طرق الحديث:

الحديث له روايات عديدة تلتقي جميعها في الوليد بن جميع، وإليك هذه الطرق:

1. روى أبو داود عن الوليد بن جميع عن عبد الرحمن بن خلاّد عن أم ورقة بلفظ: «وكان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يزورها في بيتها وجعل لها مؤذناً يؤذن لها وأمرها أن تؤم أهل دارها» قال عبد الرحمن فأنا رأيت مؤذنها شيخاً كبيراً.(34)

2. روى الدارقطني عن الوليد بن جميع عن أمه عن أم ورقة: «أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أذِن لها أن يؤذن لها ويقام وتؤم نساءها»(35).

3. روى الدارقطني والبيهقي عن الوليد بن جميع حدثتني جدتي عن أم ورقة - وكانت تؤم- «أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أذن لها أن تؤم أهل دارها»(36).

4. روى أبو داود أيضاً عن الوليد بن عبد الله بن جميع قال حدثتني جدتي وعبد الرحمن بن خلاّد الأنصاري عن أم ورقة بنت نوفل: وفيه «وكانت قد قرأت القرآن فاستأذنت النبي -صلى الله عليه وسلم- أن تتخذ في دارها مؤذناً فأذن لها»(37).

5. روى الحاكم والبيهقي عن الوليد بن جميع عن ليلى بنت مالك وعبد الرحمن بن خالد الأنصاري عن أم ورقة الأنصارية: أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- «كان أمر أن يؤذن لها ويقام وتؤم أهل دارها في الفرائض»(38).

تراجم رجال السند:

1. الوليد بن عبد الله بن جميع الزهري الكوفي:

روى له البخاري في الأدب المفرد، ومسلم وأبو داود والترمذي والنسائي. قال أبو داود وعبد الله بن أحمد بن حنبل عن أبيه: ليس به بأس، وقال إسحاق بن منصور عن يحيى بن معين: ثقة، وكذلك قال العجلي، وقال أبو زرعة: لا بأس به، وقال أبو حاتم: صالح الحديث، وقال عمرو بن علي: كان يحيى بن سعيد لا يحدثنا عن الوليد بن جميع فلما كان قبل موته بقليل حدثنا عنه، وذكره بن حبان في كتاب الثقات(39). قال ابن حجر: "وذكره أيضاً في الضعفاء، وقال: ينفرد عن الأثبات بما لا يشبه حديث الثقات؛ فلما فحش ذلك منه بطل الاحتجاج به، وقال ابن سعد: كان ثقة له أحاديث، وقال البزار: احتملوا حديثه وكان فيه تشيع، وقال العقيلي: في حديثه اضطراب، وقال الحاكم: لو لم يخرج له مسلم لكان أولى(40)، وقال في التقريب: صدوق يهم ورمي بالتشيع(41)، وقال المنذري في "مختصره": الوليد بن جميع فيه مقال وقد أخرج له مسلم(42). وقد نقل الألباني توثيق ابن معين وغيره له.(43)

2. عبد الرحمن بن خلاد الأنصاري:

(ذكره بن حبان في كتاب الثقات روى له أبو داود)(44)، وقال أبو الحسن بن القطان حاله مجهول(45)، وبمثله قال ابن حجر في التقريب(46)، وهذا الحديث ذكره في تلخيص الحبير وقال عنه: وفي إسناده عبد الرحمن بن خلاّد وفيه جهالة(47)، "وقال ابن القطان في كتابه "الوليد بن جميع، وعبد الرحمن بن خلاّد لا يعرف حالهما، قال الزيلعي: ذكرهما ابن حبان في الثقات"(48). قال الألباني: "لكن هو مقرون بليلى فأحدهما يقوي رواية الآخر؛ لاسيما والذهبي يقول في فصل النسوة المجهولات: وما علمت في النساء من اتهمت ولا من تركوها"(49).

3. ليلى بنت مالك: قال في التقريب: لا تعرف.(50)


. أم ورقة بنت عبد الله بن الحارث بن عويمر بن نوفل الأنصارية:

لها صحبة كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يزورها ويسميها الشهيدة وكان أمرها أن تؤم أهل دارها فكانت تؤمهم، وكانت امرأة من الأنصار، روى لها أبو داود.(51)

ذكر من صحح الحديث ومن ضعفه:

الحديث حسنه الألباني، ونقل عن العلامة العيني أنه قال: (حديث صحيح)(52). وإلى تصحيح الحديث مال الزيلعي في نصب الراية(53)، والحاكم في المستدرك ووافقه الذهبي(54)، والشوكاني في السيل الجرار(55). وأما ابن حجر فقد مال في التلخيص إلى تضعيف الحديث(56)، ومثله ابن الملقن في البدر المنير.(57)

الترجيح:

من خلال ما سبق يتبيَّن لنا أن الحديث يرتقي إلى درجة الاحتجاج عند الأكثر، إلا أن هنا مسألة لم أر من ذكرها من أهل العلم، وهو أن في طريق الحاكم والبيهقي عبد الرحمن بن خالد الأنصاري، بخلاف الطرق الأخرى فهو عبد الرحمن بن خلاّد الأنصاري، فلا أدري هل هذا من التصحيف أم أنهما رجلان مختلفان؟. فهذا الكلام عن الحديث من ناحية السند.

وأما من حيث المتن، فالحديث في طرقه كلها أنها كانت تؤم أهل دارها في بيتها، إلا الرواية الأولى للدارقطني فإن فيها «وتؤم نساءها»، قال الدارقطني: "إنما أذن لها أن تؤم نساء أهل دارها"(58)، وعلى ذلك فإن إطلاق الروايات الأخرى مقيَّد بهذه الرواية؛ وعليه فلا يجوز للمرأة أن تكون إماماً في الصلاة إلا على بني جنسها من النساء فقط، والله أعلم.

ولكن هنا أمراً ينبغي التنبه له، وهو أن الإجماع قد انعقد على حرمة إمامتها بالرجال، وبطلان صلاة من صلى خلفها قبل أن يخالف أبو ثور أو الطبري أو غيرهما، فالإجماع منعقد على هذا في العصور المتقدمة قبل أن يأتي عصر المخالفين،كما انعقد الإجماع أيضاً بعد عصر المخالفين.

الخلاصة:

1. اتفقت المذاهب الإسلامية المتبوعة أن إمامة المرأة بالرجال غير جائزة، وأن من صلى خلفها من الرجال فصلاته باطلة.

2. شذ في صحة صلاتهم وراءها أبو ثور والطبري، ونسب هذا إلى المزني(59)، وبعض الحنابلة على خلاف بينهم في تفاصيل ذلك. على أن الإجماع قد انعقد على الحرمة، وعلى بطلان الصلاة من قبل ومن بعد خلاف هؤلاء.

3. عمدة ما استدل به المجيزون هو حديث أم ورقة في أبي داود والبيهقي والدارقطني وغيرهم، أنها كانت تؤم أهل دارها.

4. هذا الحديث في سنده مقال، ولكن الظاهر أنه يرقى إلى درجة الاحتجاج.

5. جاء في الدارقطني ما يقيِّد إطلاق بعض الروايات من أنها كانت تؤم أهل دارها بأنها كانت تؤم النساء منهن وهذا لا إشكال فيه.

6. إن الكيفية التي فعلها هؤلاء النساء في بلاد أمريكا من تقدم إحداهن لتصلي بالرجال، كيفية باطلة على جميع المذاهب الإسلامية، وجميع الأقوال الفقهية المعتبرة وغير المعتبرة، حيث لم يقل أحد ممن أجاز إمامتها أنها تتقدم على الرجال، كما لم يقل أحد بجواز صلاتها بهم، وهي جاهلة بالقرآن، لا تستطيع قراءته بشكل صحيح، ولا تعرف من أحكام التلاوة والتجويد شيئاً.

7. على المرء أن يبتعد عن الشبهات حتى يستبرِأ لدينه وعرضه، وعليه بالمحجَّة البيضاء، ليلها كنهارها لا يزيغ عنها إلا هالك.

8. الرجوع في مسائل الشريعة والدين، لأهل الاختصاص والفتوى، من العلماء العاملين المتقين.

9. الأصل في المسلم أن ينقاد ويذل لأمر الله وأمر رسوله حتى وإن كان في ذلك مخالفة لهواه، ولا يجوز له بأي حال أن يتبرم من الشرع ثم ينطلق للبحث عن الأقوال الشاذة التي توافق هواه والله تعالى يقول: ﴿أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ﴾ [الجاثية: 23]، وعَنْ النَّوَّاسِ بْنِ سِمْعَانَ الْأَنْصَارِيِّ -رضي الله عنه- قَالَ: «سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ، فَقَالَ: "الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ»(60) وفي رواية «وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَإِنْ أَفْتَاكَ عَنْهُ النَّاسُ»(61).

والحمد لله رب العالمين وهو الهادي إلى سواء السبيل، وهو حسبنا ونعم الوكيل

وسبحان الله وبحمده، سبحان الله العظيم, وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

كتبه الفقير إلى عفو ربه العلي: علي بن عبد الرحمن بن علي دبيس.

الثلاثاء - 18 ربيع الآخر 1427هـ، 16/ 5/ 2006م.

مراجعة/ عبد الوهاب مهيوب مرشد الشرعبي.

_____________________

(1) المبسوط 1/ 179.

(2) فقه العبادات 1/ 109.

(3) بداية المجتهد 1/ 227، وانظر الفواكه الدواني 1/ 205.

(4) الفواكه الدواني 1/ 205.

(5) حلية العلماء 2/ 170، وانظر المجموع 4/ 223.

(6) المجموع 4/ 223.

(7) انظر: المجموع 4/ 223.

(8) المبدع 2/ 72.


9) الإنصاف للمرداوي 2/ 263.

(10) انظر: الإنصاف للمرداوي 2/ 264، وانظر المبدع 2/ 72.

(11) الإنصاف للمرداوي 2/ 265، وانظر المبدع 2/ 72.

(12) انظر: المبدع 2/ 72.

(13) انظر: الإنصاف للمرداوي 2/ 264، وانظر المبدع 2/ 72.

(14) الأزهار ص 43.

(15) التاج المذهب لأحكام المذهب 1/ 111.

(16) السيل الجرار 1/ 250.

(17) نيل الأوطار 3/ 199.

(18) المحلى 3/ 125.

(19) فتاوى اللجنة الدائمة 7/ 391.

(20) المفصل في أحكام المرأة 1/ 252.

(21) صحيح البخاري 13/ 337، برقم 4073، سنن النسائي 16/ 224، برقم 5293.

(22) السيل الجرار 1/ 250.

(23) انظر: فقه العبادات 1/ 109، والحديث في سنن ابن ماجه 3/ 381، برقم 1071. في إسناده علي بن زيد بن جدعان، وعبد الله بن محمد العدوي، وهما ضعيفان انظر: تهذيب التهذيب 6/ 19.

(24) الحديث في المعجم الكبير للطبراني 8/ 234، برقم 9371، صحيح ابن خزيمة 6/ 279، برقم 1606 موقوف على ابن مسعود قال الألباني: لا أصل له مرفوعا أهـ، انظر: السلسلة الضعيفة 2/ 416 برقم 917، وانظر بداية المجتهد 1/ 227، المبسوط 1/ 179.

(25) انظر: السيل الجرار 1/ 250.

(26) بداية المجتهد 1/ 227، فتاوى اللجنة الدائمة 7/ 391.

(27) فتاوى اللجنة الدائمة 7/ 391.

(28) انظر: السيل الجرار 1 250.

(29) بداية المجتهد 1/ 227.

(30) الفواكه الدواني 1 205.

(31) انظر: نيل الأوطار 3/ 199، حلية العلماء 2 170.

(32) انظر: حلية العلماء 2/ 170.

(33) بداية المجتهد 1/ 227، المجموع 4 223.

(34) سنن أبي داود 2/ 206، برقم 500، قال الشيخ الألباني: حسن. انظر: مختصر إرواء الغليل 1/ 99 برقم 493.

(35) سنن الدارقطني 3/ 194، برقم 1094.

(36) سنن الدارقطني 4/ 180، برقم 1524، سنن البيهقي الكبرى 3/ 130، قال الألباني: حسن. انظر: مختصر إرواء الغليل 1/ 99 برقم 493.

(37) سنن أبي داود 2/ 206، برقم 500، قال الشيخ الألباني: حسن. انظر: صحيح وضعيف سنن أبي داود 2/ 91 برقم 591.

(38) المستدرك على الصحيحين للحاكم 2/ 235، برقم 687 وقال الذهبي: احتج مسلم بالوليد، سنن البيهقي الكبرى ج: 1/ 406.

(39) تهذيب الكمال 31/ 36، تهذيب التهذيب 11/ 122.

(40) تهذيب التهذيب 11/ 122.

(41) تقريب التهذيب 1/ 582.

(42) نصب الراية 2/ 21.

(43) إرواء الغليل 2/ 256.

(44) تهذيب الكمال 17/ 82.

(45) تهذيب التهذيب 6/ 153.

(46) تقريب التهذيب 1/ 339.

(47) التلخيص الحبير 2/ 27.

(48) نصب الراية 2/ 21.

(49) إرواء الغليل 2/ 255.

(50) تقريب التهذيب 1/ 763.

(51) انظر: تهذيب الكمال 35/ 390، تهذيب التهذيب 12/ 508.

(52) إرواء الغليل 2/ 256.

(53) نصب الراية 2/ 21.

(54) المستدرك 1/ 320.

(55) السيل الجرار 1/ 251.

(56) التلخيص الحبير 2/ 27.

(57) البدر المنير في تخريج الأحاديث والآثار الواقعة في الشرح الكبير 4/ 392.

(58) نيل الأوطار 3/ 199.

(59) نيل الأوطار 3/ 199، المفصل في أحكام المرأة 1/ 251.

(60) صحيح مسلم 12/ 403، برقم 4632، سنن الترمذي 8/ 401، برقم 2311.

(61) مسند أحمد 36/ 29، برقم 16973، قال الألباني: حسن لغيره. انظر: الترغيب والترهيب 2/ 151 برقم 1734.




http://www.jameataleman.org/main/articles.aspx?article_no=1359






                   




DALIL DOA BERSAMA SETELAH PENGAJIANPENGAJIAN JAWABAN TERHADAP WAHABI


DALIL DOA BERSAMA DAN AMIN SETELAH PENGAJIAN
JAWABAN TERHADAP WAHABI

WAHABI: “Mengapa sih kalian dalam setiap acara pertemuan mengakhiri acara dengan doa bersama yang dipimpin oleh Ustadz atau Kiai?.”

SUNNI: “Kami mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti yang diriwayatkan dalam hadits berikut ini:

عن نافع قال كان ابن عمر إذا جلس مجلسا لم يقم حتى يدعو لجلسائه بهذه الكلمات وقَالَ : قَلَّمَا كَانَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يَقُومُ مِنْ مَجْلِسٍ حَتَّى يَدْعُوَ بِهؤلاء الدَّعَواتِ : (( اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُولُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ ، وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا ، اللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بأسْمَاعِنا ، وَأَبْصَارِنَا ، وقُوَّتِنَا مَا أحْيَيْتَنَا ، وَاجْعَلْهُ الوارثَ مِنَّا ، وَاجْعَلْ ثَأرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا ، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا ، وَلاَ تَجْعَلْ مُصيبَتَنَا فِي دِينِنَا ، وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا ، وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا ، وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا )) رواه الترمذي والنسائي، وقال الترمذي: (( حديث حسن )) .

“Nafi’ berkata: “Setiap Ibnu Umar duduk dalam satu majlis, ia tidak berdiri sebelum berdoa bagi mereka yang duduk bersama beliau dengan kalimat-kalimat ini, dan beliau berkata: “Sedikit sekali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dari satu majlis sebelum berdoa dengan doa-doa berikut: “Ya Allah, berikanlah kami bagian dari sifat takut kepada-Mu yang dapat menghalangi kami dari perbuatan-perbuatan dosa kepada-Mu, dari ketaatan kepada-Mu yang akan menyampaikan kami ke surga-Mu, dari keyakinan yang akan meringakan musibah-musibah dunia pada kami. Tolonglah kami menghadapi mereka yang memuhusi kami. Janganlah Engkai jadikan musibah kami berkenaan dengan agama kami. Janganlah Engkau jadikan dunia sebagai keinginan terbesar kami, dan puncak pengetahuan kami. Dan janganlah Engkau jadikan penguasa kepada kami orang yang tidak mengasihi kami.” (HR. al-Tirmidzi [3502] dan al-Nasa’i [10161]. Al-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan.”).

WAHABI: “Lalu mengapa, yang berdoa hanya satu orang, sementara yang lain membaca amin.”

SUNNI: “Dalam hadits di atas, yang berdoa kan hanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu setelah beliau wafat, diteruskan oleh Ibnu Umar radhiyallaahu ’anhuma. Berarti yang lain kemungkinan membaca amin.”

WAHABI: “Dalam hadits di atas, tidak ada keterangan membaca amin. Berarti membaca amin terhadap doa tersebut jelas bid’ah dholalah.”

SUNNI: “Membaca amin terhadap doa orang lain itu hukumnya sunnah juga. dan memiliki dasar yang sangat kuat dalam al-Qur’an dan hadits.”

WAHABI: “Owh, mana dalil al-Qur’an nya?”

SUNNI: “Dalam al-Qur’an, Allah subhanahu wata’ala menceritakan tentang dikabulkannya doa Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalaam:

قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيمَا. (يونس : ٨٩).

“Allah berfirman: “Sesungguhnya telah diperkenankan doa kamu berdua, oleh karena itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus.” (QS. Yunus : 89).

Dalam ayat di atas, al-Qur’an menegaskan tentang dikabulkannya doa Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalaam. Padahal yang berdoa sebenarnya Nabi Musa ‘alaihissalaam, sedangkan Nabi Harun ‘alaihissalaam hanya mengucapkan amin, sebagaimana diterangkan oleh para ulama ahli tafsir. Nabi Musa ‘alaihissalam yang berdoa dan Nabi Harun ‘alaihissalam yang mengucapkan amin, dalam ayat tersebut sama-sama dikatakan berdoa. Hal ini menunjukkan bahwa doa bersama dengan dimpimpin oleh seorang imam adalah ajaran al-Qur’an, bukan ajaran terlarang. (Bisa dilihat dalam Tafsir al-Hafizh Ibnu Katsir, 4/291).

WAHABI: “Selain dalil al-Qur’an, apakah ada dalil hadits?”

SUNNI: “Ya ada. Misalnya hadits berikut ini:

1) Hadits Zaid bin Tsabit radhiyallaahu ‘anhu




عن قيس المدني أن رجلا جاء زيد بن ثابت فسأل عن شيء فقال له زيد : عليك بأبي هريرة فبينا أنا وأبو هريرة وفلان في المسجد ندعو ونذكر ربنا عز و جل إذ خرج إلينا رسول الله صلى الله عليه و سلم حتى جلس إلينا فسكتنا فقال : " عودوا للذي كنتم فيه " . فقال زيد : فدعوت أنا وصاحبي قبل أبي هريرة وجعل النبي صلى الله عليه و سلم يؤمن على دعائنا ثم دعا أبو هريرة فقال : اللهم إني سائلك بمثل ما سألك صاحباي وأسألك علما لا ينسى . فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم آمين فقلنا يا رسول الله ونحن نسأل الله علما لا ينسى فقال سبقكما بها الدوسي رواه والنسائي في الكبرى والطبراني في الأوسط وصححه الحاكم

“Dari Qais al-Madani, bahwa seorang laki-laki mendatangi Zaid bin Tsabit, lalu menanyakan tentang suatu. Lalu Zaid berkata: “Kamu bertanya kepada Abu Hurairah saja. Karena ketika kami, Abu Hurairah dan si fulan di Masjid, kami berdoa dan berdzikir kepada Allah ‘azza wajalla, tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar kepada kami, sehingga duduk bersama kami, lalu kami diam. Maka beliau bersabda: “Kembalilah pada apa yang kalian lakukan.” Zaid berkata: “Lalu aku dan temanku berdoa sebelum Abu Hurairah, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca amin atas doa kami. Kemudian Abu Hurairah berdoa: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu seperti yang dimohonkan oleh kedua temanku. Dan aku memohon kepada-Mu ilmu pengetahuan yang tidak akan dilupakan.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Amin.” Lalu kami berkata: “Wahai Rasulullah, kami juga memohon ilmu pengetahuan yang tidak akan dilupakan.” Lalu beliau berkata: “Kalian telah didahului oleh laki-laki suku Daus (Abu Hurairah) itu”. (HR. al-Nasa’i dalam al-Kubra [5839], al-Thabarani dalam al-Ausath [1228]. Al-Hakim berkata dalam al-Mustadrak [6158]: “Sanadnya shahih, tetapi al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya”.)

Dalam hadits di atas jelas sekali, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca amin atas doa sahabatnya. Berarti mengamini doa orang lain, hukumnya sunnah berdasarkan hadits di atas.

2) hadits Habib bin Maslamah al-Fihri radhiyallahu ‘anhu

عَنْ حَبِيْبِ بْنِ مَسْلَمَةَ الْفِهْرِيِّ وَكَانَ مُجَابَ الدَّعْوَةِ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: لاَ يَجْتَمِعُ قَوْمٌ مُسْلِمُوْنَ يَدْعُوْ بَعْضُهُمْ وَيُؤَمِّنُ بَعْضُهُمْ إِلاَّ اسْتَجَابَ اللهُ دُعَاءَهُمْ. رواه الطبراني في الكبير و الحاكم في المستدرك وقال صحيح على شرط مسلم، وقال الحافظ الهيثمي في مجمع الزوائد: رجاله رجال الصحيح غير ابن لهيعة وهو حسن الحديث.

“Dari Habib bin Maslamah al-Fihri radhiyallahu ‘anhu –beliau seorang yang dikabulkan doanya-, berkata: “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak lah berkumpul suatu kaum Muslimin, lalu sebagian mereka berdoa, dan sebagian lainnya mengucapkan amin, kecuali Allah pasti mengabulkan doa mereka.” (HR. al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [3536], dan al-Hakim dalam al-Mustadrak 3/347. Al-Hakim berkata, hadits ini shahih sesuai persyaratan Muslim. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma’ al-Zawaid 10/170, para perawi hadits ini adalah para perawi hadits shahih, kecuali Ibn Lahi’ah, seorang yang haditsnya bernilai hasan.”

Hadits di atas, memberikan pelajaran kepada kita, agar sering berkumpul untuk melakukan doa bersama, sebagian berdoa, dan yang lainnya membaca amin, agar doa dikabulkan.

3) hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: اَلدَّاعِيْ وَالْمُؤَمِّنُ فِي اْلأَجْرِ شَرِيْكَانِ. رواه الديلمي في مسند الفردوس بسند ضعيف.

“Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang yang berdoa dan orang yang membaca amin sama-sama memperoleh pahala.” (HR. al-Dailami [3039] dalam Musnad al-Firdaus dengan sanad yang lemah).


Kelemahan hadits ini dapat dikuatkan dengan hadits sebelumnya dan ayat al-Qur’an di atas.

4) hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:

عن أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : أُعْطِيتُ ثَلاَثَ خِصَالٍ : صَلاَةً فِي الصُّفُوفِ ، وَأُعْطِيتُ السَّلاَمَ وَهُوَ تَحِيَّةُ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَأُعْطِيتُ آمِينَ ، وَلَمْ يُعْطَهَا أَحَدٌ مِّمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، إِلاَّ أَنْ يَكُونَ الله أَعْطَاهَا هَارُونَ ، فَإِنَّ مُوسَى كَانَ يَدْعُو وَيُؤَمِّنُ هَارُونَ. رواه الحارث وابن مردويه وسنده ضعيف

Anas bin Malik berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku dikaruniakan tiga perkara; shalat dalam shaf-shaf. Aku dikaruniakan salam, yaitu penghormatan penduduk surga. Dan aku dikaruniakan Amin, dan belum pernah seseorang sebelum kalian dikaruniakan Amin, kecuali Allah karuniakan kepada Harun. Karena sesungguhnya Musa yang selalu berdoa, dan Harun selalu membaca amin.” (HR al-Harits bin Abi Usamah dan Ibnu Marduyah. Sanad hadits ini dha’if. Lihat, al-Amir al-Shan’ani, al-Tanwir Syarh al-Jami’ al-Shaghir, 2/488).

Kelemahan hadits ini dapat diperkuat dengan hadits-hadits sebelumnya serta ayat al-Qur’an di atas. Hadits di atas mengisyaratkan pentingnya membaca amin bagi orang orang lain, sebagaimana bacaan amin Nabi Harun ‘alaihissalam atas doa Nabi Musa ‘alaihissalam.

5) hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha

عن عائشة - رضي الله عنها - عن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: مَا حَسَدَتْكُمُ الْيَهُوْدُ عَلىَ شَيْءٍ مَا حَسَدُوْكُمْ عَلىَ السَّلاَمِ وَالتَّأْمِيْنِ أخرجه البخاري في الأدب المفرد وأحمد بمعناه ابن ماجة وقال البوصيري هذا إسناد صحيح، وإسحاق بن راهوية في مسنده قال الأمير الصنعاني قد صححه جماعة، وقال الحافظ ابن حجر صححه ابن خزيمة وأقره.
.
“Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang-orang Yahudi tidak hasud kepada kalian melebihi hasud mereka pada ucapan salam dan amin.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad [988], Ahmad 6/134, Ibnu Majah [856], dan Ibnu Rahawaih dalam al-Musnad [1122]. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, al-Hafizh Ibnu Hajar, al-Hafizh al-Bushiri dan lain-lain. Lihat al-Amir al-Shan’ani, al-Tanwir Sayrh al-Jami’ al-Shaghir, 9/385).

Hadits di atas menganjurkan kita memperbanyak ucapan salam dan amin. Tentu saja ucapan salam kepada orang lain. Demikian pula memperbanyak ucapan amin, baik untuk doa kita sendiri, maupun doa orang lain. Hadits ini juga menjadi dalil, bahwa ajaran Syiah sangat dekat dengan Yahudi, karena sama-sama melarang membaca amin.

6) atsar Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu

عن جامع بن شداد عن ذي قرابة له قال سمعت عمر بن الخطاب يقول ثلاث كلمات إذا قلتها فهيمنوا عليها اللهم إني ضعيف فقوني اللهم إني غليظ فليني اللهم إني بخيل فسخني. رواه ابن سعد في الطبقات

“Dari Jami’ bin Syaddad, dari seorang kerabatnya, berkata: “Aku mendengar Umar bin al-Khaththab berkata: “Tiga kalimat, apabila aku mengatakannya, maka bacakanlah amin semuanya: “Ya Allah, sesungguhnya aku orang yang lemah, maka kuatkanlah aku. Ya Allah, sesungguhnya aku orang yang kasar, lembutkanlah aku. Ya Allah, sesungguhnya aku seorang yang pelit, maka pemurahkanlah aku.” (HR. Ibnu Sa’ad dalam al-Thabaqat 3/275).

7) atsar al-Nu’man bin Muqarrin radhiyallahu ‘anhu. Dalam peperangan Persia, pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab, Panglima al-Nu’man bin Muqarrin berdoa, dan meminta anggota pasukannya membaca amin:

وكان النعمان بن مقرن رجلا لينا فقال ... اللهم إني اسألك أن تقر عيني اليوم بفتح يكون فيه عز الإسلام وذل يذل به الكفار ثم اقبضني إليك بعد ذلك على الشهادة أمنوا يرحمكم الله فأمنا وبكينا. رواه الطبري في تاريخه. وفي رواية قال النعمان: وَإِنِّي دَاعِيَ اللهَ بِدَعْوَةٍ ، فَأَقْسَمْتُ عَلَى كُلِّ امْرِئٍ مِنْكُمْ لَمَّا أَمَّنَ عَلَيْهَا ، فَقَالَ : اللهُمَّ اُرْزُقَ النُّعْمَانَ الْيَوْمَ الشَّهَادَةَ فِي نَصْرٍ وَفَتْحٍ عَلَيْهِمْ ، قَالَ : فَأَمَّنَ الْقَوْمُ. رواه ابن أبي شيبة بسند صحيح.


“Al-Nu’man bin Muqarrin seorang laki-laki yang lembut. Lalu beliau berkata: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, agar Engkau sejukkan mataku pada hari ini dengan penaklukan yang menjadi kemuliaan Islam dan kehinaan orang-orang kafir. Kemudian ambillah aku kepada-Mu sesudahnya dengan mati sebagai syahid. Bacakanlah amin, semoga Allah mengasihi kalian.” Maka kami membaca amin atas doa beliau dan kami menangis.” (HR. al-Thabari, Taikh al-Umam wa al-Muluk, 4/235). Dalam riwayat lain, al-Nu’man berkata: “Sesungguhnya aku akan berdoa kepada Allah dengan satu permohonan, aku bersumpah agar setiap orang dari kalian membacakan amin untuk doa tersebut. Lalu al-Nu’man berkata: “Ya Allah, berilah al-Nu’man rizki meninggal sebagai syahid dalam kemenangan dan penaklukan atas mereka.” Perawi berkata: “Lalu kaum membaca amin.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf [34485]). Sanad atsar tersebut shahih.

Dari paparan di atas, jelas sekali bahwa doa bersama, dengan dipimpin oleh seorang imam, dan dibacakan amin oleh para jamaah, adalah tradisi Islami yang memiliki dasar yang kuat dari al-Qur’an, hadits dan tradisi para sahabat. Wallahu a’lam.



DALIL DOA AKHIR TAHUN DAN AWAL TAHUN


DALIL DOA AKHIR TAHUN DAN AWAL TAHUN

SOAL: “Apakah doa akhir tahun dan awal tahun ada dalilnya?

JAWAB: “Ya jelas ada dalilnya. Masak doa tidak ada dalilnya. Di dalam al-Qur’an Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ (60)

“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina". (QS. Ghafir : 60).

Ayat di atas memberikan pesan agar kita selalu berdoa kepada Allah, dan Allah menjanjikan akan mengabulkan doa kita. Sedangkan orang yang sombong dari menyembah-Nya seperti tidak mau berdoa kepada-Nya, diancam dimasukkan ke neraka Jahanam.

Perintah berdoa dalam ayat di atas bersifat mutlak dan umum. Karena itu berdoa pada akhir tahun dan awal tahun, masuk dalam keumuman perintah ayat tersebut.”

SOAL: “Tapi dalil khusus akhir tahun dan awal tahun kok tidak ada.”

JAWAB: “Ada, yaitu diqiyaskan dengan doa awal waktu dan akhir waktu. Misalnya doa pada awal bulan dan akhir bulan. Dalam kitab-kitab hadits diriwayatkan:

DOA AWAL BULAN

عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ: " اَللهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَاْلإِيْمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَمِ رَبِّيْ وَرَبُّكَ اللهُ " رواه الدارمي والترمذي وقال: حديث حسن

Dari Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila melihat hilal (bulan pada tanggal 1, 2 dan 3), maka beliau berdoa: “Ya Allah, perlihatlah bulan ini kepada kami dengan kebahagiaan, keimanan, keselamatan dan keislaman. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.” (HR. al-Darimi [1730] dan al-Tirmidzi [3451]. Al-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan”.).

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ : " اَللهُ أَكْبَرْ ، اَللّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِاْلأَمْنِ وَاْلإِيْمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَمِ ، وَالتَّوْفِيْقِ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللهُ ". رواه الدارمي

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila melihat hilal, maka berdoa: “Allah Maha Besar. Ya Allah, perlihatkanlah bulan ini kepada kami dengan keamanan, keimanan, keselamatan, keislaman dan pertolongan pada apa yang Engkau cintai dan Engkau ridhai. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Allah.” (HR. al-Darimi [1729]).

عَنْ قَتَادَةَ ، أَنَّهُ بَلَغَهُ ، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ : " هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، آَمَنْتُ بِاللهِ الَّذِيْ خَلَقَكَ " ، ثلاث مرات ، ثم يقول : " اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ ذَهَبَ بِشَهْرِ كَذَا وَجَاءَ بِشَهْرِ كَذَا ". رواه ابو داود

Dari Qatadah, bahwa telah sampai kepadanya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila melihat hilal, maka berdoa: “Semoga bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk. Semoga bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk. Semoga bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk. Aku beriman kepada Allah yang telah menciptakanmu.” Sebanyak tiga kali, kemudian berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah membawa pergi bulan ini, dan datang dengan bulan ini.” (HR. Abu Dawud [5092]).

Hadits-hadits di atas menunjukkan anjuran membaca doa pada awal bulan, setelah perginya bulan sebelumnya. Doa akhir tahun dan awal tahun, dianjurkan juga, dengan diqiyaskan pada doa awal bulan di atas. Di sisi lain, dalam kitab-kitab hadits juga disebutkan doa-doa yang dianjurkan pada awal terbitnya Matahari dan setelah terbenamnya Matahari, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab tentang doa dan dzikir, seperti kitab al-Adzkar karya al-Imam an-Nawawi dan semacamnya. Wallahu a’lam.


SOAL: “Kalau dalil doa akhir tahun dan awal tahun tersebut didasarkan pada dalil qiyas, apakah hal ini dapat dibenarkan?”

JAWAB: “Ya tentu dapat dibenarkan. Qiyas dalam ibadah telah dilakukan oleh para ulama sejak generasi salaf, para sahabat, ahli hadits dan para imam madzhab, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Bukhari dan lain-lain. Bahkan Syaikh Ibnu Baz juga banyak melakukan qiyas dalam bab ibadah, sebagaimana dapat dibaca dalam sebagian fatwa-fatwa beliau.

SOAL: “Apakah penjelasan khasiat doa akhir tahun dan awal tahun tersebut dapat dibenarkan?”

JAWAB: “Ya tentu saja dapat dibenarkan. Khasiat ayat al-Qur’an, doa dan dzikir telah diakui oleh seluruh ulama. Syaikh Ibnu Qayyimil Jauziyyah, murid terkemuka Syaikh Ibnu Taimiyah, panutan kaum Wahabi-(bukan-Salafi), berkata:

وَمِنَ الْمَعْلُوْمِ أَنَّ بَعْضَ الْكَلامِ لَهُ خَوَاصُّ وَمَنَافِعُ مُجَرَّبَةٌ فَمَا الظَّنُّ بِكَلامِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ الَّذِيْ فَضْلُهُ عَلَى كُلِّ كَلامٍ كَفَضْلِ اللهِ عَلَى خَلْقِهِ الَّذِيْ هُوَ الشِّفَاءُ التَّامُّ وَالْعِصْمَةُ النَّافِعَةُ وَالنُّوْرُ الْهَادِيْ وَالرَّحْمَةُ العَامَّةُ الَّذِيْ لَوْ أُنْزِلَ عَلَى جَبَلٍ َتَصَدَّعَ مِنْ عَظَمَتِهِ وَجَلالَتِهِ قَالَ تَعَالَى وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ للمؤمنين [ الإسراء: 82 ] وَ مِنْ هَا هُنَا لِبَيَانِ الْجِنْسِ لاَ لِلتَّبْعِيْضِ هَذَا أَصَحُّ الْقَوْلَيْنِ. (ابن القيم، زاد المعاد في هدي خير العباد، 2/162).

“Dan telah dimaklumi bahwa sebagian perkataan manusia memiliki sekian banyak khasiat dan aneka kemanfaatan yang dapat dibuktikan. Apalagi ayat-ayat al-Qur’an selaku firman Allah, Tuhan semesta alam, yang keutamaannya atas semua perkataan sama dengan keutamaan Allah atas semua makhluk-Nya. Tentu saja, ayat-ayat al-Qur’an dapat berfungsi sebagai penyembuh yang sempurna, pelindung yang bermanfaat dari segala marabahaya, cahaya yang memberi hidayah dan rahmat yang merata. Dan andaikan al-Qur’an itu diturunkan kepada gunung, niscaya ia akan pecah karena keagungannya. Allah telah berfirman: “Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. al-Isra’: 82). Kata-kata “dari al-Qur’an”, dalam ayat ini untuk menjelaskan jenis, bukan bermakna sebagian menurut pendapat yang paling benar. (Ibn al-Qayyim, Zad al-Ma’ad, 2/162).

Perhatikan, dalam pernyataan di atas, Syaikh Ibnu Qayyimil Jauziyyah menjelaskan bahwa khasiat doa dan dzikir termasuk hal yang dimaklumi di kalangan umat Islam. Bagi yang tidak percaya dengan khasiat tersebut, tangisilah dirinya, karena telah menyimpang dari kemakluman yang diakui dalam agama.”

SOAL: “Dari mana untuk mengetahui khasiat ayat al-Qur’an, doa dan dzikir?”

JAWAB: “Sebagian dari hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagian juga dari pengalaman orang-orang shaleh dan ilham yang diterima oleh para auliya atau orang-orang yang ma’rifat kepada Allah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh as-Suyuthi dalam al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an.”

SOAL: “Apakah kepercayaan terhadap khasiat yang diperoleh dari kaum para auliya dan orang-orang shaleh tidak merusak akidah Islam.”

JAWAB: “Tidak merusak. Bahkan mempercayai khasiat yang diperoleh dari pengalaman dan ilham para auliya dan orang shaleh termasuk bagian dari akidah umat Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Taimiyah dalam al-‘Aqidah al-Wasithiyyah.”

SOAL: “Siapa dari kalangan ulama yang menganjurkan doa akhir tahun dan awal tahun?”

JAWAB: “Ya banyak sekali, terutama ulama Timur Tengah dan seluruh dunia. Bisa Anda baca dalam kitab Kanz al-Najah wa al-Surur fi al-Ad’iyah al-Ma’tsurah allati Tasyrahu al-Shudur, karya Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus al-Makki al-Syafi’i, (1277-1335 H).”

Wallahu a’lam



TRADISI ASYURA SEPULUH MUHARROM





TRADISI ASYURA ATAU SEPULUH MUHARRAM

SOAL: Setiap hari Asyura atau tanggal sepuluh Muharram, umat Islam banyak melakukan tradisi Islami yang baik. Apakah hal tersebut ada keterangannya dalam kitab para ulama yang mu’tabar dan diakui?

JAWAB: Ya jelas banyak, antara lain dalam kitab I’anah al-Thalibin karya Sayyid Bakri Syatha al-Dimyathi, dan penjelasan Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus al-Makki, ulama Syafi’iyah terkemuka dan pengajar di Masjid al-Haram, dalam kitabnya Kanz al-Najah wa al-Surur fi al-Ad’iyah al-Ma’tsurah allati Tasyrah al-Shudur, halaman 82, sebagai berikut:

فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ عَشْرٌ تَتَّصِلْ # بِهَا اثْنَتَانِ وَلَهَا فَضْلُ نُقِلْ
صُمْ صَلِّ صِلْ زُرْ عَالِمًا عُدْ وَاكْتَحِلْ # رَأْسَ الْيَتِيْمِ امْسَحْ تَصَدَّقْ وَاغْتَسِلْ
وَسِّعْ عَلىَ الْعِيَالِ قَلِّمْ ظَفَرَا # وَسُوْرَةَ اْلإِخْلاَصِ قُلْ أَلْفًا تَصِلْ

Pada hari Asyura terdapat dua belas amalan yang memiliki keutamaan

1) Puasa

2) Memperbanyak ibadah shalat

3) Shilaturrahmi dengan keluarga dan family

4) Berziarah kepada ulama

5) Menjenguk orang sakit

6) Memakai celak mata

7) Mengusap kepala anak yatim

8) Bersedekat kepada fakir miskin

9) Mandi

10) Membuat menu makanan keluarga yang istimewa

11) Memotong kuku

12) Membaca surah al-Ikhlash 1000 kali.

SOAL: Maaf, itu kan keterangan dari ulama muta’akhkhirin, bukan ulama ahli hadits terdahulu. Kami ingin keterangan dari ulama ahli hadits masa lalu? Karena kami khawatir itu justrru tradisi Syiah, bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.

JAWAB: Justru menurut ulama ahli hadits terdahulu, tradisi Asyura lebih banyak dari pada keterangan di atas. Misalnya seperti yang telah dijelaskan oleh al-Imam al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, (508-597 H/1114-1201 M), seorang ulama ahli hadits terkemuka bermadzhab Hanbali, yang menjelaskan dalam kitabnya al-Majalis sebagai berikut:

فَوَائِدُ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ
اَلْفَائِدَةُ اْلأُوْلَى: يَنْبَغِيْ أَنْ تَغْسِلَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَقَدْ ذُكِرَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى يَخْرِقُ فِيْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ زَمْزَمَ إِلىَ سَائِرِ الْمِيَاهِ، فَمَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَئِذٍ أَمِنَ مِنَ الْمَرَضِ فِيْ جَمِيْعِ السَّنَةِ، وَهَذَا لَيْسَ بِحَدِيْثٍ، بَلْ يُرْوَى عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. اْلفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ: الصَّدَقَةُ عَلىَ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ. اْلفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَمْسَحَ رَأْسَ الْيَتِيْمِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةُ أَنْ يُفَطِّرَ صَائِمَا. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةُ أَنْ يُسْقِيَ الْمَاءَ. اَلْفَائِدَةُ السَّادِسَةُ أَنْ يَزُوْرَ اْلإِخْوَانَ. اَلْفَائِدَةُ السَّابِعَةُ: أَنْ يَعُوْدَ الْمَرِيْضَ. اَلْفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ أَنْ يُكْرِمَ وَالِدَيْهِ وَيَبُرَّهُمَا. الْفَائِدَةُ التَّاسِعَةُ أَنْ يَكْظِمَ غَيْظَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْعَاشِرَةُ أَنْ يَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْحَادِيَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنَ الصَّلاَةِ وَالدُّعَاءِ وَاْلاِسْتِغْفَارِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّانِيَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّالِثَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُمِيْطَ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُصَافِحَ إِخْوَانَهُ إِذَا لَقِيَهُمْ. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ قِرَاءَةِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ قَرَأَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ أَلْفَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ نَظَرَ اللهُ إِلَيْهِ وَمَنْ نَظَرَ إِلَيْهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ أَبَدًا.

Beberapa faedah amalan shaleh pada hari Asyura

1) Mandi pada hari Asyura. Telah disebutkan bahwa Allah SWT membedah komunikasi air Zamzam dengan seluruh air pada malam Asyura’. Karena itu, siapa yang mandi pada hari tersebut, maka akan aman dari penyakir selama setahun. Ini bukan hadits, akan tetapi diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.

2) Bersedekah kepada fakir miskin.

3) Mengusap kepala anak yatim.

4) Memberi buka orang yang berpuasa.

5) Memberi minuman kepada orang lain.

6) Mengunjungi saudara seagama.

7) Menjenguk orang sakit.

8) Memuliakan dan berbakti kepada orang tua


9) Menahan amarah dan emosi.

10) Memaafkan orang yang telah berbuat aniaya.

11) Memperbanyak ibadah shalat, doa dan istighfar.

12) Memperbanyak dzikir kepada Allah.

13) Menyingkirkan apa saja yang mengganggu orang di jalan.

14) Berjabatan tangan dengan orang yang dijumpainya.

15) Memperbanyak membaca surat al-Ikhlash sampai seribu kali. Karena atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, barangsiapa yang membaca 1000 kali surah al-Ikhlash pada hada hari Asyura, maka Allah akan memandang-Nya. Siapa yang dipandang oleh Allah, maka Dia tidak akan mengazabnya selamanya. (Al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, kitab al-Majalis halaman 73-74, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah).

Jadi tradisi-tradisi tersebut bukan tradisi Syiah. Tetapi murni Islami dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan ahli hadits.

SOAL: Sebagian masyarakat Nusantara berbagi-bagi bubur pada hari Asyura. Apakah hal tersebut ada dalilnya?

JAWAB: Ya, berbagi bubur kepada tetangga itu kan bagian dari sedekah. Jelas ada dalilnya. Berkaitan dengan tradisi membuat makanan Bubur Syuro pada hari Asyura ini, ada hadits shahih yang mendasarinya.

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ سَنَتِهِ كُلِّهَا. حديث صحيح (رواه الطبرانى، والبيهقى).

“Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya (dalam hal belanja dan makanan) pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun tersebut.” Hadits shahih. (HR. al-Thabarani dan al-Baihaqi).

Berkaitan dengan hadits tersebut, al-Imam al-Hafizh Ahmad al-Ghumari menulis kitab khusus tentang keshahihannya berjudul, Hidayah al-Shaghra’ bi-Tashhih Hadits al-Tausi’ah ‘ala al-‘Iyal Yauma ‘Asyura’. Bahkan al-Imam al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, murid Syaikh Ibnu Taimiyah, berkata dalam kitabnya Lathaif al-Ma’arif, sebagai berikut:

وَقَالَ ابْنُ مَنْصُوْرٍ: قُلْتُ لأَحْمَدَ: هَلْ سَمِعْتَ فِي الْحَدِيْثِ: ( مَنْ وَسَّعَ عَلىَ أَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ أَوْسَعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ السَّنَةِ) فَقَالَ: نَعَمْ رَوَاهُ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ جَعْفَرٍ اْلأَحْمَرِ عَنْ إِبْرَاهِيْمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنِ الْمُنْتَشِرِ وَ كَانَ مِنْ أَفْضَلِ أَهْلِ زَمَانِهِ أَنَّهُ بَلَغَهُ: أَنَّهُ مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ أَوْسَعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ فقَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ: جَرَّبْنَاهُ مُنْذُ خَمْسِيْنَ سَنَةً أَوْ سِتِّيْنَ سَنَةً فَمَا رَأَيْنَا إِلاَّ خَيْرًا. (الإمام الحافظ ابن رجب الحنبلي، لطائف المعارف، ص ١٣٧-١٣٨).

“Ibn Manshur berkata, “Aku berkata kepada Imam Ahmad, “Apakah Anda mendengar hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama setahun?” Ahmad menjawab, “Ya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dari Ja’far al-Ahmar, dari Ibrahim bin Muhammad, dari al-Muntasyir –orang terbaik pada masanya-, bahwa ia menerima hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun penuh”. Sufyan bin Uyainah berkata, “Aku telah melakukannya sejak 50 atau 60 tahun, dan selalu terbukti baik.” (al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif, hal. 137-138).

Perhatikan, ternyata tradisi sedekah Asyura telah berlangsung sejak generasi salaf.

SOAL: Berarti kelompok yang enggan melakukan tradisi Asyura dan bahkan hanya bisa mencela dan membid’ahkan tidak punya dasar ya?

JAWAB: Ya jelas tidak punya dasar.

SOAL: Apa sih gunanya mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura?

JAWAB: Pertanyaan Anda dijelaskan dalam hadits berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ. رواه أحمد. قال الحافظ الدمياطي ورجاله رجال الصحيح.

Dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki mengelu


9) Menahan amarah dan emosi.

10) Memaafkan orang yang telah berbuat aniaya.

11) Memperbanyak ibadah shalat, doa dan istighfar.

12) Memperbanyak dzikir kepada Allah.

13) Menyingkirkan apa saja yang mengganggu orang di jalan.

14) Berjabatan tangan dengan orang yang dijumpainya.

15) Memperbanyak membaca surat al-Ikhlash sampai seribu kali. Karena atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, barangsiapa yang membaca 1000 kali surah al-Ikhlash pada hada hari Asyura, maka Allah akan memandang-Nya. Siapa yang dipandang oleh Allah, maka Dia tidak akan mengazabnya selamanya. (Al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, kitab al-Majalis halaman 73-74, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah).

Jadi tradisi-tradisi tersebut bukan tradisi Syiah. Tetapi murni Islami dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan ahli hadits.

SOAL: Sebagian masyarakat Nusantara berbagi-bagi bubur pada hari Asyura. Apakah hal tersebut ada dalilnya?

JAWAB: Ya, berbagi bubur kepada tetangga itu kan bagian dari sedekah. Jelas ada dalilnya. Berkaitan dengan tradisi membuat makanan Bubur Syuro pada hari Asyura ini, ada hadits shahih yang mendasarinya.

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ سَنَتِهِ كُلِّهَا. حديث صحيح (رواه الطبرانى، والبيهقى).

“Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya (dalam hal belanja dan makanan) pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun tersebut.” Hadits shahih. (HR. al-Thabarani dan al-Baihaqi).

Berkaitan dengan hadits tersebut, al-Imam al-Hafizh Ahmad al-Ghumari menulis kitab khusus tentang keshahihannya berjudul, Hidayah al-Shaghra’ bi-Tashhih Hadits al-Tausi’ah ‘ala al-‘Iyal Yauma ‘Asyura’. Bahkan al-Imam al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, murid Syaikh Ibnu Taimiyah, berkata dalam kitabnya Lathaif al-Ma’arif, sebagai berikut:

وَقَالَ ابْنُ مَنْصُوْرٍ: قُلْتُ لأَحْمَدَ: هَلْ سَمِعْتَ فِي الْحَدِيْثِ: ( مَنْ وَسَّعَ عَلىَ أَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ أَوْسَعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ السَّنَةِ) فَقَالَ: نَعَمْ رَوَاهُ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ جَعْفَرٍ اْلأَحْمَرِ عَنْ إِبْرَاهِيْمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنِ الْمُنْتَشِرِ وَ كَانَ مِنْ أَفْضَلِ أَهْلِ زَمَانِهِ أَنَّهُ بَلَغَهُ: أَنَّهُ مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ أَوْسَعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ فقَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ: جَرَّبْنَاهُ مُنْذُ خَمْسِيْنَ سَنَةً أَوْ سِتِّيْنَ سَنَةً فَمَا رَأَيْنَا إِلاَّ خَيْرًا. (الإمام الحافظ ابن رجب الحنبلي، لطائف المعارف، ص ١٣٧-١٣٨).

“Ibn Manshur berkata, “Aku berkata kepada Imam Ahmad, “Apakah Anda mendengar hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama setahun?” Ahmad menjawab, “Ya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dari Ja’far al-Ahmar, dari Ibrahim bin Muhammad, dari al-Muntasyir –orang terbaik pada masanya-, bahwa ia menerima hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun penuh”. Sufyan bin Uyainah berkata, “Aku telah melakukannya sejak 50 atau 60 tahun, dan selalu terbukti baik.” (al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif, hal. 137-138).

Perhatikan, ternyata tradisi sedekah Asyura telah berlangsung sejak generasi salaf.

SOAL: Berarti kelompok yang enggan melakukan tradisi Asyura dan bahkan hanya bisa mencela dan membid’ahkan tidak punya dasar ya?

JAWAB: Ya jelas tidak punya dasar.

SOAL: Apa sih gunanya mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura?

JAWAB: Pertanyaan Anda dijelaskan dalam hadits berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ. رواه أحمد. قال الحافظ الدمياطي ورجاله رجال الصحيح.

Dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki mengelu

hukum menepuk pundak orang yang lagi sholat


Bagaimanakah hukum menepuk pundak orang yang lagi sholat sebagai isyarat bahwa dia akan makmum dengannya dan agar dia berubah niat menjadi imam ?

Jawab

Hukumnya ditafshil sebagai berikut :
▪Mubah (boleh), kalau hanya menyentuh semata
▪Haram, kalau mengakibatkan imam sangat terkejut
▪Makruh, kalau mengakibatkan imam terkejut sedikit atau membuat persepsi dari orang lain bahwa menyentuh tersebut hukumnya sunah atau wajib
▪Sunah, kalau tidak sampai menimbulkan imam terkejut atau bahkan dapat mengingatkan imam agar dia niat menjadi IMAM
( ويحرم ) على كل أحد ( الجهر ) في الصلاة وخارجها ( إن شوش على غيره ) من نحو مصل أو قارىء أو نائم للضرر ويرجع لقول المتشوش ولو فاسقا لأنه لا يعرف إلا منه وما ذكره من الحرمة ظاهر لكن ينافيه كلام المجموع وغيره فإنه كالصريح في عدمها إلا أن يجمع بحمله على ما إذا خاف التشويش
) قوله على ما إذا خاف التشويش (اي وما ذكره المصنف من الحرمة علي ما اذا اشتد وعبارة الايعاب ينبغي حمل قول المجموع وان اذى جاره علي ايذاء خفيف يتسامح به بخلاف جهر يعطله عن القراءة بالكلية فينبغي حرمته
[ Mauhibah Dzil Fadhl, Minhaj al-Qawiim I/255 ].
فائدة كل مباح يؤدي إلى زعم الجهال سنية أمر أو وجوبه فهو مكروه
[ Tanqiih al-Fataawaa al-Haamidiyyah II/334 ].
( ونية إمامة ) أو جماعة ( سنة لإمام في غير جمعة ) لينال فضل الجماعة… وإن نواه في الأثناء حصل له الفضل من حينئذ
[ Fath al-Mu’iin II/20

Senin, 13 Oktober 2014

حكم تارك الصلاة

حكم تارك الصلاة

اسم الكتاب: نيل الأوطار
المؤلف: محمد بن علي بن محمد الشوكاني
الجزء : 1 - الصفحة : 369

عن جابر قال : ( قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم بين الرجل وبين الكفر ترك الصلاة ) - رواه الجماعة إلا البخاري والنسائي
الحديث يدل على أن ترك الصلاة من موجبات الكفر ولا خلاف بين المسلمين في كفر من ترك الصلاة منكرا لوجوبها إلا أن يكون قريب عهد بالإسلام أو لم يخالط المسلمين مدة يبلغه فيها وجوب الصلاة
 وإن كان تركه لها تكاسلا مع اعتقاده لوجوبها كما هو حال كثير من الناس فقد اختلف الناس في ذلك
 فذهبت العترة والجماهير من السلف والخلف منهم مالك والشافعي إلى أنه لا يكفر بل يفسق فإن تاب وإلا قتلناه حدا كالزاني المحصن ولكنه يقتل بالسيف
وذهب جماعة من السلف إلى أنه يكفر وهو مروي عن علي بن أبي طالب عليه السلام وهو إحدى الروايتين عن أحمد بن حنبل وبه قال عبد الله بن المبارك وإسحاق بن راهويه وهو وجه لبعض أصحاب الشافعي
وذهب أبو حنيفة وجماعة من أهل الكوفة والمزني صاحب الشافعي إلى أنه لا يكفر ولا يقتل بل يعزر ويحبس حتى يصلي

1- احتج الأولون على عدم كفره بقول الله عز و جل { إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء } وبما سيأتي في الباب الذي بعد هذا من الأدلة واحتجوا على قتله بقوله تعالى { فإن تابوا وأقاموا الصلاة وآتوا الزكاة [ ص 370 ] فخلوا سبيلهم } وبقوله صلى الله عليه و سلم ( أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا لا إله إلا الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحقها ) الحديث متفق عليه . وتأولوا قوله صلى الله عليه و سلم : ( بين العبد وبين الكفر ترك الصلاة ) وسائر أحاديث الباب على أنه مستحق بترك الصلاة عقوبة الكافر وهي القتل أو أنه محمول على المستحل أو على أنه قد يؤول به إلى الكفر أو على أن فعله فعل الكفار
2-  واحتج أهل القول الثاني بأحاديث الباب
3-  واحتج أهل القول الثالث على عدم الكفر بما احتج به أهل القول الأول وعلى عدم القتل بحديث : ( لا يحل دم امرئ مسلم إلا بإحدى ثلاث ) وليس فيه الصلاة

ترجيح المصنف

والحق أنه كافر يقتل
أما كفره  فلأن الأحاديث قد صحت أن الشارع سمى تارك الصلاة بذلك الاسم وجعل الحائل بين الرجل وبين جواز إطلاق هذا الاسم عليه هو الصلاة فتركها مقتض لجواز الإطلاق ولا يلزمنا شيء من المعارضات التي أوردها الأولون لأنا نقول لا يمنع أن يكون بعض أنواع الكفر غير مانع من المغفرة واستحقاق الشفاعة ككفر أهل القبلة ببعض الذنوب التي سماها الشارع كفرا فلا ملجئ إلى التأويلات التي وقع الناس في مضيقها ( 1 ) وأما أنه يقتل فلأن حديث : ( أمرت أن أقاتل الناس ) يقضي بوجوب القتل لاستلزام المقاتلة له وكذلك سائر الأدلة المذكورة في الباب الأول ولا أوضح من دلالتها على المطلوب [ ص 371 ] وقد شرط الله في القرآن التخلية بالتوبة وإقامة الصلاة وإيتاء الزكاة فقال { فإن تابوا وأقاموا الصلاة وآتوا الزكاة فخلوا سبيلهم } فلا يخلى من لم يقم الصلاة
وفي صحيح مسلم ( سيكون عليكم أمراء فتعرفون وتنكرون فمن أنكر فقد برئ عنقه ومن كره فقد سلم ولكن من رضي وتابع فقالوا : ألا نقاتلهم قال : لا ما صلوا ) فجعل الصلاة هي المانعة من مقاتلة أمراء الجور . وكذلك قوله لخالد في الحديث السابق ( لعله يصلي ) فجعل المانع من القتل نفس الصلاة
وحديث ( لا يحل دم امرئ مسلم ) لا يعارض مفهومه المنطوقات الصحيحة الصريحة . والمراد بقوله في حديث الباب ( بين الرجل وبين الكفر ترك الصلاة ) كما قال النووي إن الذي يمنع من كفره كونه لم يترك الصلاة فإن تركها لم يبق بينه وبين الكفر حائل . وفي لفظ مسلم ( بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة )
ومن الأحاديث الدالة على الكفر حديث الربيع بن أنس عن أنس عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم : ( من ترك الصلاة متعمدا فقد كفر جهارا ) ذكره الحافظ في التلخيص وقال : سئل الدارقطني عنه فقال : رواه أبو النضر عن أبي جعفر عن الربيع موصولا وخالفه علي بن الجعد فرواه عن أبي جعفر عن الربيع مرسلا وهو أشبه بالصواب . وأخرجه البزار من حديث أبي الدرداء بدون قوله ( جهارا ) وأخرج ابن حبان في الضعفاء من حديث أبي هريرة مرفوعا ( تارك الصلاة كافر ) واستنكره . ورواه أبو نعيم من حديث أبي سعيد وفيه عطية وإسماعيل بن يحيى وهما ضعيفان  قال العراقي : لم يصح من أحاديث الباب إلا حديث جابر المذكور .

( من ترك الصلاة فقد كفر ) فيكون مؤولا على المستحل أو المراد كفر النعمة لا كفر الملة ، فإن أراد حقيقة الكفر من غير تأويل فباطل لأن مذهب أهل السنة أنه لا يكفر أحد بذنب

إعانة الطالبين
المؤلف: البكري الدمياطي
الجزء : 1 - الصفحة : 30
واعلم أن الفقهاء اختلفوا في موضع ذكر حكم تارك الصلاة، فمنهم من ذكره عقب فصل المرتد، لمناسبته له من جهة أنه يكون حكمه حكم المرتد إذا تركها جاحدا لوجوبها. ومنهم من ذكره عقب الجنائز، لمناسبته لها من جهة أنه إذا قتل يغسل ويكفن ويصلى عليه ويدفن في مقابر المسلمين، إن كان تركها كسلا.

اسم الكتاب: الكبائر
المؤلف: الذهبي
الجزء : 1 - الصفحة : 6
وقد اختلف العلماء رحمهم الله في حكم تارك الصلاة فقال مالك والشافعي وأحمد رحمهم الله: تارك الصلاة يقتل ضرباً بالسيف في رقبته ثم اختلفوا في كفره إذا تركها من غير عذر حتى يخرج وقتها فقال إبراهيم النخعي وأيوب السختياني وعبد الله بن المبارك وأحمد بن حنبل وإسحاق بن راهويه: هو كافر واستدلوا بقول النبي صلى الله عليه وسلم: " العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر " . وبقوله صلى الله عليه وسلم: " بين الرجل وبين الكفر ترك الصلاة "

بغية المسترشدين ص 92
(
مسئلة ب) وَيَجِبُ تَجْهِيْزُ كُلِّ مُسْلِمٍ مَحْكُوْمٍ بِإِسْلاَمِهِ وَاِنْ فَحِشَتْ ذُنُوْبُهُ وَكَانَ تَارِكًا لِلصَّلاَةِ وَغَيْرِهَا مِنْ غَيْرِ جُحُوْدٍ وَيَأْ ثَمُ كُلُّ مَنْ عَلِمَ بِهِ لَوْقَصَّرَ فىِ ذَالِكَ لأَِنَّ لاَ اِلهَ اِلاَّ الله وِقَايَةٌ لَهُ مِنَ الْخُلُوْدِ فىِ النَّارِ هَذاَ مِنْ حَيْثُ الظَّاهِرِ وَاَمَّا بَاطِنًا فَمَحَلُّ ذَالِكَ حَيْثُ حَسُنَتِ الْخَاتِمَةُ بِالْمَوْتِ عَلَى الْيَقِيْنِ وَالثَّابَتِ عَلَى الدِّيْنِ فَاْلأَعْمَالُ عُنْوَانٌ

فتح القريب
(
والثانى أَنْ يَتْرُكَهَا كَسْلاً) حَتَّى يَخْرُجَ وَقْتُهَا حَالَ كَونِهِ (مُعْتَقِدًا لِوُجُوبِهَا فَيُسْتَتَابُ فَإِنْ تَابَ وَصَلَّى) وَهُوَ تَفْسِيْرٌ لِلتَّوبَةِ (وإِلاَّ) وَإِنْ لَمْ يَتُبْ (قُتِلَ حَدًّا) لاَكُفْرًا (وَكَانَ حُكْمُ المُسْلِمِيْنَ) فِى الدَّفْنِ فِى مَقَابِرِهِمْ وَلاَ يُكْمَسُ قَبْرُهُ وَلَهُ حُكْمُ المُسْلِمِيْنَ أَيْضًا فِى الغُسْلِ وَالتَّكْفِيْنِ وَالصَّلاَةِ عَلَيْهِ.

بداية المجتهد 1 / 90
--( بداية المجتهد 1/ 115 طبعة المكتبة الأزهرية للتراث )--
الْمَسْأَلَةُ الرَّابِعَةُ [ حُكْمُ تَارِكِ الصَّلاةِ ] وَأَمَّا مَا الْوَاجِبُ عَلَى مَنْ تَرَكَهَا عَمْدًا ، وَأُمِرَ بِهَا فَأَبَى أَنْ يُصَلِّيَهَا لا جُحُودًا لِفَرْضِهَا ، فَإِنَّ قَوْمًا قَالُوا : يُقْتَلُ ، وَقَوْمًا قَالُوا : يُعَزَّرُ وَيُحْبَسُ ، وَالَّذِينَ قَالُوا يُقْتَلُ مِنْهُمْ مَنْ أَوْجَبَ قَتْلَهُ كُفْرًا ، وَهُوَ مَذْهَبُ أَحْمَدَ وَإِسْحَاقَ وَابْنِ الْمُبَارَكِ ، وَمِنْهُمْ مَنْ أَوْجَبَهُ حَدًّا ، وَهُوَ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَبُو حَنِيفَةَ ، وَأَصْحَابُهُ ، وَأَهْلُ الظَّاهِرِ مِمَّنْ رَأَى حَبْسَهُ وَتَعْزِيرَهُ حَتَّى يُصَلِّيَ . وَالسَّبَبُ فِي هَذَا الاخْتِلافِ اخْتِلافُ الآثَارِ ، وَذَلِكَ أَنَّهُ ثَبَتَ عَنْهُ - عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ - أَنَّهُ قَالَ : " [ لا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلا بِإِحْدَى ثَلاثٍ : كُفْرٍ بَعْدَ إِيمَانٍ ، أَوْ زِنًا بَعْدَ إِحْصَانٍ ، أَوْ قَتْلِ نَفْسٍ بِغَيْرِ نَفْسٍ ] " وَرُوِيَ عَنْهُ - عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ - مِنْ حَدِيثِ بُرَيْدَةَ أَنَّهُ قَالَ : " [ الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ ] " وَحَدِيثِ جَابِرٍ عَنِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنَّهُ قَالَ : " [ لَيْسَ بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ ( أَوْ قَالَ الشِّرْكِ ) إِلا تَرْكُ الصَّلاةِ ] " فَمَنْ فَهِمَ مِنَ الْكُفْرِ هَهُنَا الْكُفْرَ الْحَقِيقِيَّ جَعَلَ هَذَا الْحَدِيثَ كَأَنَّهُ تَفْسِيرٌ لِقَوْلِهِ - عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ - : " [ كُفْرٍ بَعْدَ إِيمَانٍ ] " وَمِنْ فَهِمَ هَهُنَا التَّغْلِيظَ وَالتَّوْبِيخَ أَيْ أَنَّ أَفْعَالَهُ أَفْعَالُ كَافِرٍ ، وَأَنَّهُ فِي صُورَةِ كَافِرٍ كَمَا قَالَ : " [ لا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ ] " لَمْ يَرَ قَتْلَهُ كُفْرًا . وَأَمَّا مَنْ قَالَ يُقْتَلُ حَدًّا فَضَعِيفٌ ، وَلا مُسْتَنَدَ لَهُ إِلا قِيَاسٌ شِبْهُ ضَعِيفٍ إِنْ أَمْكَنَ ، وَهُوَ تَشْبِيهُ الصَّلاةِ بِالْقَتْلِ فِي كَوْنِ الصَّلاةِ رَأَسَ الْمَأْمُورَاتِ ، وَالْقَتْلُ رَأْسَ الْمَنْهِيَّاتِ . وَعَلَى الْجُمْلَةِ فَاسْمُ الْكُفْرِ إِنَّمَا يَنْطَلِقُ بِالْحَقِيقَةِ عَلَى التَّكْذِيبِ ، وَتَارِكُ الصَّلاةِ مَعْلُومٌ أَنَّهُ لَيْسَ بِمُكَذِّبٍ إِلا أَنْ يَتْرُكَهَا مُعْتَقِدًا لِتَرْكِهَا هَكَذَا ، فَنَحْنُ إِذَنْ بَيْنَ أَحَدِ أَمْرَيْنِ : إِمَّا إِنْ أَرَدْنَا أَنْ نَفْهَمَ مِنَ الْحَدِيثِ الْكُفْرَ الْحَقِيقِيَّ يَجِبُ عَلَيْنَا أَنْ نَتَأَوَّلَ أَنَّهُ أَرَادَ - عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ - مَنْ تَرَكَ الصَّلاةَ مُعْتَقِدًا لِتَرْكِهَا فَقَدْ كَفَرَ ، وَإِمَّا أَنْ يُحْمَلَ اسْمُ الْكُفْرِ عَلَى غَيْرِ مَوْضُوعِهِ الأَوَّلِ ، وَذَلِكَ عَلَى أَحَدِ مَعْنَيَيْنِ : إِمَّا عَلَى أَنَّ حُكْمَهُ حُكْمُ الْكَافِرِ ( أَعْنِي : فِي الْقَتْلِ وَسَائِرِ أَحْكَامِ الْكُفَّارِ ) وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُكَذِّبًا ، وَإِمَّا عَلَى أَنَّ أَفْعَالَهُ أَفْعَالُ كَافِرٍ عَلَى جِهَةِ التَّغْلِيظِ وَالرَّدْعِ لَهُ : أَيْ أَنَّ فَاعِلَ هَذَا يُشْبِهُ الْكَافِرَ فِي الأَفْعَالِ ، إِذْ كَانَ الْكَافِرُ لا يُصَلِّي كَمَا قَالَ - عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ - : " [ لا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ ] " وَحَمْلُهُ عَلَى أَنَّ حُكْمَهُ حُكْمُ الْكَافِرِ فِي أَحْكَامِهِ لا يَجِبُ الْمَصِيرُ إِلَيْهِ إِلا بِدَلِيلٍ ; لأَنَّهُ حُكْمٌ لَمْ يَثْبُتْ بَعْدُ فِي الشَّرْعِ مِنْ طَرِيقٍ يَجِبُ الْمَصِيرُ إِلَيْهِ ، فَقَدْ يَجِبُ إِذَا لَمْ يَدُلَّ عِنْدَنَا عَلَى الْكُفْرِ الْحَقِيقِيِّ الَّذِي هُوَ التَّكْذِيبُ أَنْ يَدُلَّ عَلَى الْمَعْنَى الْمَجَازِيِّ لا عَلَى مَعْنًى يُوجِبُ حُكْمًا لَمْ يَثْبُتْ بَعْدُ فِي الشَّرْعِ بَلْ يَثْبُتُ ضِدُّهُ ، وَهُوَ أَنَّهُ لا يَحِلُّ دَمُهُ إِذْ هُوَ خَارِجٌ عَنِ الثَّلاثَةِ الَّذِينَ نَصَّ عَلَيْهِمُ الشَّرْعُ فَتَأَمَّلْ هَذَا ، فَإِنَّهُ بَيِّنٌ وَاللَّهُ أَعْلَمُ . ( أَعْنِي أَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْنَا أَحَدُ أَمْرَيْنِ : إِمَّا أَنْ نُقَدِّرَ فِي الْكَلامِ مَحْذُوفًا إِنْ أَرَدْنَا حَمْلَهُ عَلَى الْمَعْنَى الشَّرْعِيِّ الْمَفْهُومِ مِنِ اسْمِ الْكُفْرِ ، وَإِمَّا أَنْ نَحْمِلَهُ عَلَى الْمَعْنَى الْمُسْتَعَارِ ، وَأَمَّا حَمْلُهُ عَلَى أَنَّ حُكْمَهُ حُكْمُ الْكَافِرِ فِي جَمِيعِ أَحْكَامِهِ مَعَ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ فَشَيْءٌ مُفَارِقٌ لِلأُصُولِ ، مَعَ أَنَّ الْحَدِيثَ نَصٌّ فِي حَقِّ مَنْ يَجِبُ قَتْلُهُ كُفْرًا أَوْ حَدًّا ، وَلِذَلِكَ صَارَ هَذَا الْقَوْلُ مُضَاهِيًا لِقَوْلِ مَنْ يُكَفِّرُ بِالذُّنُوبِ .

ومنهاج الطالبين 3 / 16 ـ 17
-( حاشيتا قليوبي وعميرة علي شرح المحلي 3 / 16 ط عيسى الحلبي )-
( منهاج الطالبين )
بَابٌ إنْ تَرَكَ الصَّلاةَ جَاحِدًا وُجُوبَهَا كَفَرَ , أَوْ كَسَلا قُتِلَ حَدًّا , وَالصَّحِيحُ قَتْلُهُ بِصَلاةٍ فَقَطْ بِشَرْطِ إخْرَاجِهَا عَنْ وَقْتِ الضَّرُورَةِ , وَيُسْتَتَابُ ثُمَّ تُضْرَبُ عُنُقُهُ , وَقِيلَ : يُنْخَسُ بِحَدِيدَةٍ حَتَّى يُصَلِّيَ أَوْ يَمُوتَ , وَيُغَسَّلُ وَيُصَلَّى عَلَيْهِ وَيُدْفَنُ مَعَ الْمُسْلِمِينَ وَلا يُطْمَسُ قَبْرُهُ .
-----------
( شرح المحلي )
بَابٌ بِالتَّنْوِينِ ( إنْ تَرَكَ ) الْمُكَلَّفُ . ( الصَّلاةَ ) الْمَعْهُودَةَ الصَّادِقَةَ بِإِحْدَى الْخَمْسِ . ( جَاحِدًا وُجُوبَهَا ) بِأَنْ أَنْكَرَهُ بَعْدَ عِلْمِهِ بِهِ . ( كَفَرَ ) لإِنْكَارِهِ مَا هُوَ مَعْلُومٌ مِنْ الدِّينِ بِالضَّرُورَةِ فَيَجْرِي عَلَيْهِ حُكْمُ الْمُرْتَدِّ بِخِلافِ مَنْ أَنْكَرَهُ لِقُرْبِ عَهْدِهِ بِالإِسْلامِ لِجَوَازِ أَنْ يَخْفَى عَلَيْهِ فَلَمْ يَعْلَمْهُ ( أَوْ ) تَرَكَهَا ( كَسَلا قُتِلَ حَدًّا ) لا كُفْرًا , قَالَ صلى الله عليه وسلم : { أُمِرْت أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لا إلَهَ إلا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ } الْحَدِيثَ , رَوَاهُ الشَّيْخَانِ وَقَالَ : { خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى الْعِبَادِ فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ فَلَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ , وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ إنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ } . رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَابْنُ حِبَّانَ , { وَلا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ كَافِرٌ } . ( وَالصَّحِيحُ قَتْلُهُ بِصَلاةٍ فَقَطْ ) لِظَاهِرِ الْحَدِيثِ ( بِشَرْطِ إخْرَاجِهَا عَنْ وَقْتِ الضَّرُورَةِ ) فِيمَا لَهَا وَقْتُ ضَرُورَةٍ بِأَنْ تُجْمَعَ مَعَ الثَّانِيَةِ فِي وَقْتِهَا فَلا يُقْتَلُ بِتَرْكِ الظُّهْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ , وَلا بِتَرْكِ الْمَغْرِبِ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ , وَيُقْتَلُ فِي الصُّبْحِ بِطُلُوعِ الشَّمْسِ وَفِي الْعَصْرِ بِغُرُوبِهَا , وَفِي الْعِشَاءِ بِطُلُوعِ الْفَجْرِ , قَالَ فِي الْمُحَرَّرِ كَالشَّرْحِ : فَيُطَالَبُ بِأَدَائِهَا إذَا ضَاقَ وَقْتُهَا وَيُتَوَعَّدُ بِالْقَتْلِ إنْ أَخْرَجَهَا عَنْ الْوَقْتِ فَإِنْ أَصَرَّ وَأَخْرَجَ اسْتَوْجَبَ الْقَتْلَ , وَمُقَابِلُ الصَّحِيحِ أَوْجَهُ إنَّمَا يُقْتَلُ إذَا ضَاقَ وَقْتُ الثَّانِيَةِ , وَامْتَنَعَ مِنْ أَدَائِهَا إذَا ضَاقَ وَقْتُ الرَّابِعَةِ , وَامْتَنَعَ مِنْ أَدَائِهَا إذَا تَرَكَ أَرْبَعَ صَلَوَاتٍ , وَامْتَنَعَ عَنْ الْقَضَاءِ إذَا تَرَكَ قَدْرًا يَظْهَرُ بِهِ لَنَا اعْتِيَادُهُ لِلتَّرْكِ . ( وَيُسْتَتَابُ ) عَلَى الْكُلِّ قَبْلَ الْقَتْلِ وَتَكْفِي الاسْتِتَابَةُ فِي الْحَالِ , وَفِي قَوْلٍ : يُمْهَلُ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ , وَهُمَا فِي الاسْتِحْبَابِ , وَقِيلَ فِي الْوُجُوبِ وَالْمَعْنَى أَنَّ الاسْتِتَابَةَ فِي الْحَالِ أَوْ بَعْدَ الثَّلاثَةِ مُسْتَحَبَّةٌ , وَقِيلَ وَاجِبَةٌ . ( ثُمَّ يُضْرَبُ عُنُقُهُ ) بِالسَّيْفِ إنْ لَمْ يَتُبْ ( وَقِيلَ : يُنْخَسُ بِحَدِيدَةٍ حَتَّى يُصَلِّيَ أَوْ يَمُوتَ ) وَقِيلَ : يُضْرَبُ بِالْخَشَبِ حَتَّى يُصَلِّيَ أَوْ يَمُوتَ ( وَيُغَسَّلُ ) وَيُكَفَّنُ ( وَيُصَلَّى عَلَيْهِ وَيُدْفَنُ مَعَ الْمُسْلِمِينَ , وَلا يُطْمَسُ قَبْرُهُ ) وَقِيلَ : لا يُغَسَّلُ وَلا يُكَفَّنُ وَلا يُصَلَّى عَلَيْهِ , وَإِذَا دُفِنَ فِي مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ طُمِسَ قَبْرُهُ حَتَّى يُنْسَى وَلا يُذْكَرَ

--( أسنى المطالب شرح روض الطالب 1 / 336 ط دار الكتاب الإسلامي )--
( أسنى المطالب )
( بَابُ تَارِكِ الصَّلاةِ ) الْمَفْرُوضَةِ عَلَى الأَعْيَانِ أَصَالَةً جَحْدًا أَوْ غَيْرَهُ وَقَدَّمَهُ الْجُمْهُورُ عَلَى الْجَنَائِزِ قَالَ الرَّافِعِيُّ وَلَعَلَّهُ أَلْيَقُ ( فَالْجَاحِدُ لِوُجُوبِهَا ) , وَإِنْ أَتَى بِهَا ( مُرْتَدٌّ ) لإِنْكَارِهِ مَا هُوَ مَعْلُومٌ مِنْ الدِّينِ بِالضَّرُورَةِ وَتَعْبِيرُهُ بِذَلِكَ أَوْلَى مِنْ تَعْبِيرِ أَصْلِهِ بِتَرْكِهَا جَحْدًا ( إلا جَاهِلٌ ) نَفَى ذَلِكَ ( لِقُرْبِ عَهْدٍ ) بِالإِسْلامِ أَوْ نَحْوِهِ مِمَّنْ يَجُوزُ أَنْ يَخْفَى عَلَيْهِ ذَلِكَ فَلَيْسَ مُرْتَدًّا بَلْ يَعْرِفُ الْوُجُوبَ فَإِنْ أَصَرَّ عَلَى الْجَحْدِ صَارَ مُرْتَدًّا وَالْجُحُودُ إنْكَارُ مَا اعْتَرَفَ بِهِ الْمُنْكِرُ فَخَرَجَ بِهِ الْجَاهِلُ لِقُرْبِ عَهْدِهِ بِالإِسْلامِ أَوْ نَحْوُهُ كَنَشْئِهِ بِبَادِيَةٍ بَعِيدَةٍ عَنْ الْعُلَمَاءِ فَلا حَاجَةَ لِلاسْتِثْنَاءِ الْمَذْكُورِ مَعَ أَنَّهُ قَاصِرٌ عَنْ تَمَامِ الْغَرَضِ وَجَاهِلٌ مَرْفُوعٌ بِالابْتِدَاءِ وَخَبَرُهُ مَحْذُوفٌ كَمَا قِيلَ بِهِ فِي قوله تعالى { ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إلا قَلِيلٌ } عَلَى قِرَاءَةِ الرَّفْعِ وَفِي نُسْخَةٍ لا جَاهِلٌ , وَهِيَ أَحْسَنُ ( وَسَيَأْتِي حُكْمُ الْمُرْتَدِّ ) فِي بَابِهِ ( وَمَنْ تَرَكَهَا غَيْرَ جَاحِدٍ بِلا عُذْرٍ وَلَوْ صَلاةً وَاحِدَةً أَوْ جُمُعَةً وَلَوْ قَالَ ) فِي الْجُمُعَةِ ( أُصَلِّيهَا ظُهْرًا أَوْ ) تَرَكَ ( وُضُوءً لَهَا ) أَيْ لِلصَّلاةِ الْمَفْرُوضَةِ ( قُتِلَ بِالسَّيْفِ حَدًّا ) لا كُفْرًا . قَالُوا أَمَّا فِي تَرْكِ الصَّلاةِ ; فَلأَنَّهُ تَعَالَى أَمَرَ بِقَتْلِ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ قَالَ { فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوْا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ } وَقَالَ صلى الله عليه وسلم { أُمِرْت أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لا إلَهَ إلا اللَّهُ , وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ فَقَدْ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إلا بِحَقِّ الإِسْلامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ } رَوَاهُ الشَّيْخَانِ وَقَالَ : { خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى الْعِبَادِ فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ إنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ , وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ وَغَيْرُهُ فَلَوْ كَفَرَ لَمْ يَدْخُلْ تَحْتَ الْمَشِيئَةِ , وَأَمَّا خَبَرُ مُسْلِمٍ { بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاةِ } فَمَحْمُولٌ عَلَى تَرْكِهَا جَحْدًا أَوْ عَلَى التَّغْلِيظِ أَوْ الْمُرَادُ بَيْنَ مَا يُوجِبُهُ الْكُفْرُ مِنْ وُجُوبِ الْقَتْلِ جَمْعًا بَيْنَ الأَدِلَّةِ , وَأَمَّا الْوُضُوءُ ; فَلأَنَّهُ تَرْكٌ لِلصَّلاةِ , وَإِنَّمَا قُتِلَ بِتَرْكِ الْجُمُعَةِ , وَإِنْ قَالَ أُصَلِّيهَا ظُهْرًا لَتَرَكَهَا بِلا قَضَاءٍ إذْ الظُّهْرُ لَيْسَ قَضَاءً عَنْهَا , وَيُقَاسُ بِالْوُضُوءِ الأَرْكَانُ وَسَائِرُ الشُّرُوطِ وَصَرَّحَ فِي الْبَيَانِ بِبَعْضِهَا فَقَالَ لَوْ صَلَّى عُرْيَانًا مَعَ قُدْرَتِهِ عَلَى السُّتْرَةِ أَوْ الْفَرِيضَةِ قَاعِدًا بِلا عُذْرٍ قُتِلَ . وَمَحَلُّهُ فِيمَا لا خِلافَ فِيهِ أَوْ فِيهِ خِلافٌ رَوَاهُ خِلافَ الْقَوِيِّ فَفِي فَتَاوَى الْقَفَّالِ لَوْ تَرَكَ فَاقِدُ الطَّهُورَيْنِ الصَّلاةَ مُتَعَمِّدًا أَوْ مَسَّ شَافِعِيٌّ الذَّكَرَ أَوْ لَمَسَ الْمَرْأَةَ أَوْ تَوَضَّأَ وَلَمْ يَنْوِ وَصَلَّى مُتَعَمِّدًا لا يُقْتَلُ ; لأَنَّ جَوَازَ صَلاتِهِ مُخْتَلَفٌ فِيهِ , وَإِنَّمَا يُقْتَلُ بِتَرْكِ الصَّلاةِ ( إذَا أَخْرَجَهَا عَنْ وَقْتِ الضَّرُورَةِ ) فِيمَا لَهُ وَقْتُ ضَرُورَةٍ بِأَنْ يَجْمَعَ مَعَ الثَّانِيَةِ فِي وَقْتِهَا فَلا يُقْتَلُ بِتَرْكِ الظُّهْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ وَلا بِتَرْكِ الْمَغْرِبِ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ وَيُقْتَلُ فِي الصُّبْحِ بِطُلُوعِ الشَّمْسِ وَفِي الْعَصْرِ بِغُرُوبِهَا وَفِي الْعِشَاءِ بِطُلُوعِ الْفَجْرِ فَيُطَالَبُ بِأَدَائِهَا إذَا ضَاقَ وَقْتُهَا وَيُتَوَعَّدُ بِالْقَتْلِ إنْ أَخْرَجَهَا عَنْ الْوَقْتِ فَإِنْ أَصَرَّ وَأَخْرَجَ اسْتَوْجَبَ الْقَتْلَ فَقَوْلُ الرَّوْضَةِ يُقْتَلُ بِتَرْكِهَا إذَا ضَاقَ وَقْتُهَا مَحْمُولٌ عَلَى مُقَدِّمَاتِ الْقَتْلِ بِقَرِينَةِ كَلامِهَا بَعْدُ وَمَا قِيلَ مِنْ أَنَّهُ لا يُقْتَلُ بَلْ يُعَزَّرُ

والمغني لابن قدامة 2 / 442
--- ( المغني لابن قدامة 2 / 329 ط مكتبة القاهرة ) ---
بَابُ الْحُكْمِ فِي مَنْ تَرَكَ الصَّلاةَ
مَسْأَلَةٌ ; قَالَ : ( وَمَنْ تَرَكَ الصَّلاةَ , وَهُوَ بَالِغٌ عَاقِلٌ , جَاحِدًا لَهَا , أَوْ غَيْرَ جَاحِدٍ , دُعِيَ إلَيْهَا فِي وَقْتِ كُلِّ صَلاةٍ , ثَلاثَةَ أَيَّامٍ , فَإِنْ صَلَّى , وَإِلا قُتِلَ ) وَجُمْلَةُ ذَلِكَ أَنَّ تَارِكَ الصَّلاةِ لا يَخْلُو ; إمَّا أَنْ يَكُونَ جَاحِدًا لِوُجُوبِهَا , أَوْ غَيْرَ جَاحِدٍ , فَإِنْ كَانَ جَاحِدًا لِوُجُوبِهَا نُظِرَ فِيهِ , فَإِنْ كَانَ جَاهِلا بِهِ , وَهُوَ مِمَّنْ يَجْهَلُ ذَلِكَ , كَالْحَدِيثِ الإِسْلامِ , وَالنَّاشِئِ بِبَادِيَةٍ , عُرِّفَ وُجُوبَهَا , وَعُلِّمَ ذَلِكَ , وَلَمْ يُحْكَمْ بِكُفْرِهِ ; لأَنَّهُ مَعْذُورٌ . وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مِمَّنْ يَجْهَلُ ذَلِكَ , كَالنَّاشِئِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ فِي الأَمْصَارِ وَالْقُرَى , لَمْ يُعْذَرْ , وَلَمْ يُقْبَلْ مِنْهُ ادِّعَاءُ الْجَهْلِ , وَحُكِمَ بِكُفْرِهِ ; لأَنَّ أَدِلَّةَ الْوُجُوبِ ظَاهِرَةٌ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ , وَالْمُسْلِمُونَ يَفْعَلُونَهَا عَلَى الدَّوَامِ , فَلا يَخْفَى وُجُوبُهَا عَلَى مَنْ هَذَا حَالُهُ , فَلا يَجْحَدُهَا إلا تَكْذِيبًا لِلَّهِ تَعَالَى وَلِرَسُولِهِ وَإِجْمَاعِ الأُمَّةِ , وَهَذَا يَصِيرُ مُرْتَدًّا عَنْ الإِسْلامِ , وَحُكْمُهُ حُكْمُ سَائِرِ الْمُرْتَدِّينَ , فِي الاسْتِتَابَةِ وَالْقَتْلِ , وَلا أَعْلَمُ فِي هَذَا خِلافًا . وَإِنْ تَرَكَهَا لِمَرَضٍ , أَوْ عَجْزٍ عَنْ أَرْكَانِهَا وَشُرُوطِهَا , قِيلَ لَهُ : إنَّ ذَلِكَ لا يُسْقِطُ الصَّلاةَ , وَإِنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى حَسَبِ طَاقَتِهِ . وَإِنْ تَرَكَهَا تَهَاوُنًا أَوْ كَسَلا , دُعِيَ إلَى فِعْلِهَا , وَقِيلَ لَهُ : إنْ صَلَّيْت , وَإِلا قَتَلْنَاكَ . فَإِنْ صَلَّى , وَإِلا وَجَبَ قَتْلُهُ . وَلا يُقْتَلُ حَتَّى يُحْبَسَ ثَلاثًا , وَيُضَيَّقَ عَلَيْهِ فِيهَا , وَيُدْعَى فِي وَقْتِ كُلِّ صَلاةٍ إلَى فِعْلِهَا , وَيُخَوَّفَ بِالْقَتْلِ , فَإِنْ صَلَّى , وَإِلا قُتِلَ بِالسَّيْفِ . وَبِهَذَا قَالَ مَالِكٌ , وَحَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ , وَوَكِيعٌ وَالشَّافِعِيُّ . وَقَالَ الزُّهْرِيُّ : يُضْرَبُ وَيُسْجَنُ . وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ , قَالَ : وَلا يُقْتَلُ ; لأَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ { : لا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إلا بِإِحْدَى ثَلاثٍ : كُفْرٍ بَعْدَ إيمَانٍ , أَوْ زِنًا بَعْدَ إحْصَانٍ , أَوْ قَتْلِ نَفْسٍ بِغَيْرِ حَقٍّ } . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَهَذَا لَمْ يَصْدُرْ مِنْهُ أَحَدُ الثَّلاثَةِ . فَلا يَحِلُّ دَمُهُ . وَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم { : أُمِرْت أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لا إلَهَ إلا اللَّهُ , فَإِذَا قَالُوهَا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إلا بِحَقِّهَا } . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَلأَنَّهُ فَرْعٌ مِنْ فُرُوعِ الدِّينِ . فَلا يُقْتَلُ بِتَرْكِهِ كَالْحَجِّ , وَلأَنَّ الْقَتْلَ لَوْ شُرِعَ لَشُرِعَ زَجْرًا عَنْ تَرْكِ الصَّلاةِ , وَلا يَجُوزُ شَرْعُ زَاجِرٍ تَحَقَّقَ الْمَزْجُورُ عَنْهُ , وَالْقَتْلُ يَمْنَعُ فِعْلَ الصَّلاةِ دَائِمًا , فَلا يُشْرَعُ , وَلأَنَّ الأَصْلَ تَحْرِيمُ الدَّمِ , فَلا تَثْبُتُ الإِبَاحَةُ إلا بِنَصٍّ أَوْ مَعْنَى نَصٍّ . وَالأَصْلُ عَدَمُهُ . وَلَنَا , قَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى : { فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ } إلَى قَوْله : { فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوْا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ } . فَأَبَاحَ قَتْلَهُمْ , وَشَرَطَ فِي تَخْلِيَةِ سَبِيلِهِمْ التَّوْبَةَ , وَهِيَ الإِسْلامُ , وَإِقَامُ الصَّلاةِ , وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ , فَمَتَى تَرَكَ الصَّلاةَ مُتَعَمِّدًا لَمْ يَأْتِ بِشَرْطِ تَخْلِيَتِهِ , فَيَبْقَى عَلَى وُجُوبِ الْقَتْلِ , وَقَوْلُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم { : مَنْ تَرَكَ الصَّلاةَ مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ الذِّمَّةُ } . وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى إبَاحَةِ قَتْلِهِ , وَقَالَ عليه السلام { : بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاةِ } . رَوَاهُ مُسْلِمٌ . وَالْكُفْرُ مُبِيحٌ لِلْقَتْلِ , وَقَالَ عليه السلام { : نُهِيتُ عَنْ قَتْلِ الْمُصَلِّينَ } . فَمَفْهُومُهُ أَنَّ غَيْرَ الْمُصَلِّينَ يُبَاحُ قَتْلُهُمْ . وَلأَنَّهَا رُكْنٌ مِنْ أَرْكَانِ الإِسْلامِ لا تَدْخُلُهُ النِّيَابَةُ بِنَفْسٍ وَلا مَالٍ , فَوَجَبَ أَنْ يُقْتَلَ تَارِكُهُ كَالشَّهَادَةِ , وَحَدِيثُهُمْ حُجَّةٌ لَنَا ; لأَنَّ الْخَبَرَ الَّذِي رَوَيْنَاهُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ تَرْكَهَا كُفْرٌ , وَالْحَدِيثُ الآخَرُ اسْتَثْنَى مِنْهُ { إلا بِحَقِّهَا } . وَالصَّلاةُ مِنْ حَقِّهَا . وَعَنْ أَنَسٍ , قَالَ : قَالَ أَبُو بَكْرٍ : إنَّمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : { إذَا شَهِدُوا أَنْ لا إلَهَ إلا اللَّهُ , وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ , وَأَقَامُوا الصَّلاةَ , وَآتَوْا الزَّكَاةَ . } رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ . ثُمَّ إنَّ أَحَادِيثَنَا خَاصَّةٌ , فَنَخُصُّ بِهَا عُمُومَ مَا ذَكَرُوهُ , وَلا يَصِحُّ قِيَاسُهَا عَلَى الْحَجِّ ; لأَنَّ الْحَجَّ مُخْتَلَفٌ فِي جَوَازِ تَأْخِيرِهِ , وَلا يَجِبُ الْقَتْلُ بِفِعْلٍ مُخْتَلَفٍ فِيهِ . وَقَوْلُهُمْ : إنَّ هَذَا يُفْضِي إلَى تَرْكِ الصَّلاةِ بِالْكُلِّيَّةِ . قُلْنَا : الظَّاهِرُ أَنَّ مَنْ يَعْلَمُ أَنَّهُ يُقْتَلُ إنْ تَرَكَ الصَّلاةَ لا يَتْرُكُهَا , سِيَّمَا بَعْدَ اسْتِتَابَتِهِ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ , فَإِنْ تَرَكَهَا بَعْدَ هَذَا كَانَ مَيْئُوسًا مِنْ صَلاتِهِ , فَلا فَائِدَةَ فِي بَقَائِهِ , وَلا يَكُونُ الْقَتْلُ هُوَ الْمُفَوِّتُ لَهُ , ثُمَّ لَوْ فَاتَ بِهِ احْتِمَالُ الصَّلاةِ , لَحَصَلَ بِهِ صَلاةُ أَلْفِ إنْسَانٍ , وَتَحْصِيلُ ذَلِكَ بِتَفْوِيتِ احْتِمَالِ صَلاةٍ وَاحِدَةٍ لا يُخَالِفُ الأَصْلَ . إذَا ثَبَتَ هَذَا فَظَاهِرُ كَلامِ الْخِرَقِيِّ أَنَّهُ يَجِبُ قَتْلُهُ بِتَرْكِ صَلاةٍ وَاحِدَةٍ , وَهِيَ إحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْ أَحْمَدَ ; لأَنَّهُ تَارِكٌ لِلصَّلاةِ , فَلَزِمَ قَتْلُهُ , كَتَارِكِ ثَلاثٍ , وَلأَنَّ الأَخْبَارَ تَتَنَاوَلُ تَارِكَ صَلاةٍ وَاحِدَةٍ , لَكِنْ لا يَثْبُتُ الْوُجُوبُ حَتَّى يَضِيقَ وَقْتُ الَّتِي بَعْدَهَا ; لأَنَّ الأُولَى لا يُعْلَمُ تَرْكُهَا إلا بِفَوَاتِ وَقْتِهَا , فَتَصِيرُ فَائِتَةً لا يَجِبُ الْقَتْلُ بِفَوَاتِهَا , فَإِذَا ضَاقَ وَقْتُهَا عُلِمَ أَنَّهُ يُرِيدُ تَرْكَهَا , فَوَجَبَ قَتْلُهُ . وَالثَّانِيَةُ : لا يَجِبُ قَتْلُهُ حَتَّى يَتْرُكَ ثَلاثَ صَلَوَاتٍ , وَيَضِيقَ وَقْتُ الرَّابِعَةِ عَنْ فِعْلِهَا ; لأَنَّهُ قَدْ يَتْرُكُ الصَّلاةَ وَالصَّلاتَيْنِ لِشُبْهَةٍ , فَإِذَا تَكَرَّرَ ذَلِكَ ثَلاثًا . تَحَقَّقَ أَنَّهُ تَارِكٌ لَهَا رَغْبَةً عَنْهَا , وَيُعْتَبَرُ أَنْ يَضِيقَ وَقْتُ الرَّابِعَة عَنْ فِعْلِهَا ; لِمَا ذَكَرْنَا . وَحَكَى ابْنُ حَامِدٍ , عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ بْنِ شَاقِلا , أَنَّهُ إنْ تَرَكَ صَلاةً لا تُجْمَعُ إلَى مَا بَعْدَهَا , كَصَلاةِ الْفَجْرِ وَالْعَصْرِ , وَجَبَ قَتْلُهُ , وَإِنْ تَرَكَ الأُولَى مِنْ صَلاتَيْ الْجَمْعِ , لَمْ يَجِبْ قَتْلُهُ ; لأَنَّ الْوَقْتَيْنِ كَالْوَقْتِ الْوَاحِدِ عِنْدَ بَعْضِ الْعُلَمَاءِ . وَهَذَا قَوْلٌ حَسَنٌ . وَاخْتَلَفَتْ الرِّوَايَةُ , هَلْ يُقْتَلُ لِكُفْرِهِ , أَوْ حَدًّا ؟ فَرُوِيَ أَنَّهُ يُقْتَلُ لِكُفْرِهِ كَالْمُرْتَدِّ , فَلا يُغَسَّلُ , وَلا يُكَفَّنُ , وَلا يُدْفَنُ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ , وَلا يَرِثُهُ أَحَدٌ , وَلا يَرِثُ أَحَدًا , اخْتَارَهَا أَبُو إِسْحَاقَ بْنُ شَاقِلا وَابْنُ حَامِدٍ , وَهُوَ مَذْهَبُ الْحَسَنِ , وَالنَّخَعِيِّ , وَالشَّعْبِيِّ , وَأَيُّوبَ السِّخْتِيَانِيُّ , وَالأَوْزَاعِيِّ , وَابْنِ الْمُبَارَكِ وَحَمَّادِ بْنِ زَيْدٍ , وَإِسْحَاقَ , وَمُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ , لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم { : بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاةِ } . وَفِي لَفْظٍ عَنْ جَابِرٍ , قَالَ : سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : { إنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ تَرْكَ الصَّلاةِ } . وَعَنْ بُرَيْدَةَ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم { : بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ تَرْكُ الصَّلاةِ , فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ } رَوَاهُنَّ مُسْلِمٌ وَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : { أَوَّلُ مَا تَفْقِدُونَ مِنْ دِينِكُمْ الأَمَانَةُ , وَآخِرُ مَا تَفْقِدُونَ الصَّلاةُ } . قَالَ أَحْمَدُ : كُلُّ شَيْءٍ ذَهَبَ آخِرُهُ لَمْ يَبْقَ مِنْهُ شَيْءٌ . وَقَالَ عُمَرُ رضي الله عنه : لا حَظَّ فِي الإِسْلامِ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاةَ . وَقَالَ عَلِيٌّ رضي الله عنه : مَنْ لَمْ يُصَلِّ فَهُوَ كَافِرٌ . وَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : مَنْ لَمْ يُصَلِّ فَلا دِينَ لَهُ . وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ شَقِيقٍ : لَمْ يَكُنْ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّه صلى الله عليه وسلم يَرَوْنَ شَيْئًا مِنْ الأَعْمَالِ , تَرْكُهُ كُفْرٌ , غَيْرَ الصَّلاةِ . وَلأَنَّهَا عِبَادَةٌ يَدْخُلُ بِهَا فِي الإِسْلامِ , فَيَخْرُجُ بِتَرْكِهَا مِنْهُ كَالشَّهَادَةِ . وَالرِّوَايَةُ الثَّانِيَةُ , يُقْتَلُ حَدًّا , مَعَ الْحُكْمِ بِإِسْلامِهِ , كَالزَّانِي الْمُحْصَنِ , وَهَذَا اخْتِيَارُ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَطَّةَ , وَأَنْكَرَ قَوْلَ مَنْ قَالَ : إنَّهُ يَكْفُر . وَذَكَرَ أَنَّ الْمَذْهَبَ عَلَى هَذَا , لَمْ يَجِدْ فِي الْمَذْهَبِ خِلافًا فِيهِ . وَهَذَا قَوْلُ أَكْثَرِ الْفُقَهَاءِ , وَقَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ , وَمَالِكٍ , وَالشَّافِعِيِّ . وَرُوِيَ عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ قَالَ : يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لا يَبْقَى مَعَهُمْ مِنْ الإِسْلامِ إلا قَوْلُ لا إلَهَ إلا اللَّهُ . فَقِيلَ لَهُ : وَمَا يَنْفَعُهُمْ ؟ قَالَ : تُنْجِيهِمْ مِنْ النَّارِ , لا أَبَا لَكَ . وَعَنْ وَالانَ , قَالَ : انْتَهَيْت إلَى دَارِي , فَوَجَدْت شَاةً مَذْبُوحَةً , فَقُلْت : مَنْ ذَبَحَهَا ؟ قَالُوا : غُلامُك . قُلْت : وَاَللَّهِ إنَّ غُلامِي لا يُصَلِّي , فَقَالَ النِّسْوَةُ : نَحْنُ عَلَّمْنَاهُ , يُسَمِّيَ , فَرَجَعْتُ إلَى ابْنِ مَسْعُودٍ , فَسَأَلْته عَنْ ذَلِكَ , فَأَمَرَنِي بِأَكْلِهَا . وَالدَّلِيلُ عَلَى هَذَا قَوْلُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم { : إنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لا إلَهَ إلا اللَّهُ , يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ } . وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ , قَالَ : أَتَيْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : { مَا مِنْ عَبْدٍ قَالَ لا إلَهَ إلا اللَّهُ , ثُمَّ مَاتَ عَلَى ذَلِكَ , إلا دَخَلَ الْجَنَّةَ } . وَعَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ , قَالَ : سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُول : { مَنْ شَهِدَ أَنْ لا إلَهَ إلا اللَّهُ , وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ , وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ , وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إلَى مَرْيَمَ , وَرُوحٌ مِنْهُ , وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ , وَالنَّارَ حَقٌّ , أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ عَمَلٍ } . وَعَنْ أَنَسٍ , أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم , قَالَ { : يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لا إلَهَ إلا اللَّهُ , وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنْ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ بُرَّةً } . مُتَّفَقٌ عَلَى هَذِهِ الأَحَادِيثِ كُلِّهَا , وَمِثْلُهَا كَثِيرٌ . وَعَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ , أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ { : خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى الْعَبْدِ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ , فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ , لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ , كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ , وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ , فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ , إنْ شَاءَ عَذَّبَهُ , وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ } . وَلَوْ كَانَ كَافِرًا لَمْ يُدْخِلْهُ فِي الْمَشِيئَةِ . وَقَالَ الْخَلالُ , فِي " جَامِعِهِ " : ثنا يَحْيَى , ثنا عَبْدُ الْوَهَّابِ , ثنا هِشَامُ بْنُ حَسَّانَ , عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ , عَنْ أَبِي شَمِيلَةَ , { أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم خَرَجَ إلَى قُبَاءَ فَاسْتَقْبَلَهُ رَهْطٌ مِنْ الأَنْصَارِ يَحْمِلُونَ جِنَازَةً عَلَى بَابٍ , فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : مَا هَذَا ؟ قَالُوا : مَمْلُوكٌ لآلِ فُلانٍ , كَانَ مِنْ أَمْرِهِ . قَالَ : أَكَانَ يَشْهَدُ أَنْ لا إلَهَ إلا اللَّهُ ؟ قَالُوا : نَعَمْ , وَلَكِنَّهُ كَانَ وَكَانَ . فَقَالَ لَهُمْ : أَمَا كَانَ يُصَلِّي ؟ فَقَالُوا : قَدْ كَانَ يُصَلِّي وَيَدَعُ . فَقَالَ لَهُمْ : ارْجِعُوا بِهِ , فَغَسِّلُوهُ , وَكَفِّنُوهُ , وَصَلُّوا عَلَيْهِ , وَادْفِنُوهُ , وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ , لَقَدْ كَادَتْ الْمَلائِكَةُ تَحُولُ بَيْنِي وَبَيْنَهُ } . وَرَوَى بِإِسْنَادِهِ , عَنْ عَطَاءٍ , عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم { : صَلَّوْا عَلَى مَنْ قَالَ لا إلَهَ إلا اللَّهُ } . وَلأَنَّ ذَلِكَ إجْمَاعُ الْمُسْلِمِينَ , فَإِنَّا لا نَعْلَمُ فِي عَصْرٍ مِنْ الأَعْصَارِ أَحَدًا مِنْ تَارِكِي الصَّلاةِ تُرِكَ تَغْسِيلُهُ , وَالصَّلاةُ عَلَيْهِ , وَدَفْنُهُ فِي مَقَابِر الْمُسْلِمِينَ , وَلا مُنِعَ وَرَثَتُهُ مِيرَاثَهُ , وَلا مُنِعَ هُوَ مِيرَاثَ مُوَرِّثِهِ , وَلا فُرِّقَ بَيْنَ زَوْجَيْنِ لِتَرْكِ الصَّلاةِ مِنْ أَحَدِهِمَا ; مَعَ كَثْرَةِ تَارِكِي الصَّلاةِ , وَلَوْ كَانَ كَافِرًا لَثَبَتَتْ هَذِهِ الأَحْكَامُ كُلُّهَا , وَلا نَعْلَمُ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ خِلافًا فِي أَنَّ تَارِكَ الصَّلاةِ يَجِبُ عَلَيْهِ قَضَاؤُهَا , وَلَوْ كَانَ مُرْتَدًّا لَمْ يَجِبُ عَلَيْهِ قَضَاءُ صَلاةٍ وَلا صِيَامٍ . وَأَمَّا الأَحَادِيثُ الْمُتَقَدِّمَةُ فَهِيَ عَلَى سَبِيلِ التَّغْلِيظِ , وَالتَّشْبِيهِ لَهُ بِالْكُفَّارِ , لا عَلَى الْحَقِيقَةِ , كَقَوْلِهِ عليه السلام { : سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ , وَقِتَالُهُ كُفْرٌ } . وَقَوْلِهِ { : كُفْرٌ بِاَللَّهِ تَبَرُّؤٌ مِنْ نَسَبٍ وَإِنْ دَقَّ } . وَقَوْلُهُ { : مَنْ قَالَ لأَخِيهِ يَا كَافِرُ . فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا } . وَقَوْلُهُ { : مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوْ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا , فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ } . قَالَ { : وَمَنْ قَالَ : مُطِرْنَا بِنَوْءِ الْكَوَاكِبِ . فَهُوَ كَافِرٌ بِاَللَّهِ , مُؤْمِنٌ بِالْكَوَاكِبِ } . وَقَوْلُهُ { : مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ } . وَقَوْلِهِ { : شَارِبُ الْخَمْرِ كَعَابِدِ وَثَنٍ } . وَأَشْبَاهِ هَذَا مِمَّا أُرِيدَ بِهِ التَّشْدِيدُ فِي الْوَعِيدِ , وَهُوَ أَصْوَبُ الْقَوْلَيْنِ , وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
والمجموع للنووي 3 / 16 ـ 17 .
---( المجموع شرح المهذب 3 / 16 - 17 ط دار الفكر )---
( المهذب للشيرازي )
( وَمَنْ وَجَبَتْ عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَامْتَنَعَ مِنْ فِعْلِهَا فَإِنْ كَانَ جَاحِدًا لِوُجُوبِهَا - فَهُوَ كَافِرٌ وَيَجِبُ قَتْلُهُ بِالرِّدَّةِ ; لأَنَّهُ كَذَّبَ اللَّهَ تَعَالَى فِي خَبَرِهِ , وَإِنْ تَرَكَهَا وَهُوَ مُعْتَقِدٌ لِوُجُوبِهَا وَجَبَ عَلَيْهِ الْقَتْلُ , وَقَالَ الْمُزَنِيّ يُضْرَبُ وَلا يُقْتَلُ , وَالدَّلِيلُ عَلَى أَنَّهُ يُقْتَلُ قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم : { نُهِيتُ عَنْ قَتْلِ الْمُصَلِّينَ } وَلأَنَّهُ إحْدَى دَعَائِمِ الإِسْلامِ لا تَدْخُلُهُ النِّيَابَةُ بِنَفْسٍ وَلا مَالٍ فَيُقْتَلُ بِتَرْكِهَا كَالشَّهَادَتَيْنِ , وَمَتَى يُقْتَلُ ؟ فِيهِ وَجْهَانِ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ الإِصْطَخْرِيُّ : يُقْتَلُ بِتَرْكِ الصَّلاةِ الرَّابِعَةِ إذَا ضَاقَ وَقْتُهَا فَيُقَالُ لَهُ : إنْ صَلَّيْتَ وَإِلا قَتَلْنَاكَ ; لأَنَّهُ يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ مَا دُونَ ذَلِكَ تَرَكَهَا لِعُذْرٍ . وَقَالَ إِسْحَاقُ يُقْتَلُ بِتَرْكِ الصَّلاةِ الثَّانِيَةِ إذَا ضَاقَ وَقْتُهَا , وَيُقَالُ لَهُ : إنْ صَلَّيْتَ وَإِلا قَتَلْنَاكَ وَيُسْتَتَابُ كَمَا يُسْتَتَابُ الْمُرْتَدُّ ; لأَنَّهُ لَيْسَ بِأَكْثَرَ مِنْ الْمُرْتَدِّ وَفِي اسْتِتَابَةِ الْمُرْتَدِّ قَوْلانِ , ( أَحَدُهُمَا ) : ثَلاثَةُ أَيَّامٍ , ( وَالثَّانِي ) يُسْتَتَابُ فِي الْحَالِ فَإِنْ تَابَ وَإِلا قُتِلَ , وَكَيْفَ يُقْتَلُ ؟ الْمَنْصُوصُ أَنَّهُ يُقْتَلُ ضَرْبًا بِالسَّيْفِ . وَقَالَ أَبُو الْعَبَّاسِ لا يُقْصَدُ قَتْلُهُ لَكِنْ يُضْرَبُ بِالْخَشَبِ وَيُنْخَسُ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُصَلِّيَ أَوْ يَمُوتَ كَمَا يُفْعَلُ بِمَنْ قَصَدَ النَّفْسَ أَوْ الْمَالَ , وَلا يُكَفَّرُ بِتَرْكِ الصَّلاةِ ; لأَنَّ الْكُفْرَ بِالاعْتِقَادِ , وَاعْتِقَادُهُ صَحِيحٌ , فَلَمْ يُحْكَمْ بِكُفْرِهِ , وَمِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ قَالَ يُكَفَّرُ بِتَرْكِهَا لِقَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم " بَيْنَ الْكُفْرِ " وَالْعَبْدِ تَرْكُ الصَّلاةِ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ " وَالْمَذْهَبُ الأَوَّلُ وَالْخَبَرُ مُتَأَوَّلٌ . )
----------
( المجموع للنووي )
( فَرْعٌ ) فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِيمَنْ تَرَكَ الصَّلاةَ تَكَاسُلا مَعَ اعْتِقَادِهِ وُجُوبَهَا فَمَذْهَبُنَا الْمَشْهُورُ مَا سَبَقَ أَنَّهُ يُقْتَلُ حَدًّا وَلا يُكَفَّرُ , وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَالأَكْثَرُونَ مِنْ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ , وَقَالَتْ طَائِفَةٌ : يُكَفَّرُ وَيُجْرَى عَلَيْهِ أَحْكَامُ الْمُرْتَدِّينَ فِي كُلِّ شَيْءٍ , وَهُوَ مَرْوِيٌّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ وَبِهِ قَالَ ابْنُ الْمُبَارَكِ وَإِسْحَاقُ بْنُ رَاهْوَيْهِ وَهُوَ أَصَحُّ الرِّوَايَتَيْنِ عَنْ أَحْمَدَ وَبِهِ قَالَ مَنْصُورٌ الْفَقِيهُ مِنْ أَصْحَابِنَا كَمَا سَبَقَ . وَقَالَ الثَّوْرِيُّ وَأَبُو حَنِيفَةَ وَأَصْحَابُهُ وَجَمَاعَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكُوفَةِ وَالْمُزَنِيُّ لا يُكَفَّرُ وَلا يُقْتَلُ بَلْ يُعَزَّرُ وَيُحْبَسُ حَتَّى يُصَلِّيَ , وَاحْتُجَّ لِمَنْ قَالَ بِكُفْرِهِ بِحَدِيثِ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ : سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : { إنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاةِ } " رَوَاهُ مُسْلِمٌ بِهَذَا اللَّفْظِ , وَهَكَذَا الرِّوَايَةُ " الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ " بِالْوَاوِ , وَفِي غَيْرِ مُسْلِمٍ " الشِّرْكِ أَوْ الْكُفْرِ " وَأَمَّا الزِّيَادَةُ الَّتِي ذَكَرَهَا الْمُصَنِّفُ وَهِيَ قَوْلُهُ : ( فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ ) فَلَيْسَتْ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ وَغَيْرِهِ مِنْ الأُصُولِ . وَعَنْ بُرَيْدَةَ رضي الله عنه عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : { الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ } رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيِّ . قَالَ التِّرْمِذِيُّ : حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَعَنْ شَقِيقِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْعُقَيْلِيِّ التَّابِعِيِّ الْمُتَّفَقِ عَلَى جَلالَتِهِ قَالَ : " كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم لا يَرَوْنَ شَيْئًا مِنْ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاةِ " رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ فِي كِتَابِ الإِيمَانِ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ وَاحْتَجُّوا بِالْقِيَاسِ عَلَى كَلِمَةِ التَّوْحِيدِ . وَاحْتُجَّ لأَبِي حَنِيفَةَ وَمُوَافِقِيهِ بِحَدِيثِ ابْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : { لا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إلا بِإِحْدَى ثَلاثٍ : الثَّيِّبُ الزَّانِ وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ } رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَهَكَذَا الرِّوَايَةُ " الزَّانِ " وَهِيَ لُغَةٌ وَاللُّغَةُ الْفَاشِيَةُ الزَّانِي بِالْيَاءِ , وَبِالْقِيَاسِ عَلَى تَرْكِ الصَّوْمِ وَالزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَسَائِرِ الْمَعَاصِي وَاحْتَجَّ أَصْحَابُنَا عَلَى قَتْلِهِ بِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى : { اُقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ } إلَى قوله تعالى : { فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوْا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ } , وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : { أُمِرْت أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لا إلَهَ إلا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ } رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَبِحَدِيثِ { نُهِيتُ عَنْ قَتْلِ الْمُصَلِّينَ } وَبِالْقِيَاسِ عَلَى كَلِمَةِ التَّوْحِيدِ . وَاحْتَجُّوا عَلَى أَنَّهُ لا يُكَفَّرُ لِحَدِيثِ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رضي الله عنه قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : { خَمْسُ صَلَوَاتٍ افْتَرَضَهُنَّ اللَّهُ , مَنْ أَحْسَنَ وُضُوءَهُنَّ وَصَلاهُنَّ لِوَقْتِهِنَّ وَأَتَمَّ رُكُوعَهُنَّ وَخُشُوعَهُنَّ كَانَ لَهُ عَلَى اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يَغْفِرَ لَهُ , وَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلَيْسَ لَهُ عَلَى اللَّهِ عَهْدٌ إنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ } حَدِيثٌ صَحِيحٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَغَيْرُهُ بِأَسَانِيدَ صَحِيحَةٍ , وَبِالأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ الْعَامَّةِ كَقَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم : { مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنْ لا إلَهَ إلا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَأَشْبَاهُهُ كَثِيرَةٌ , وَلَمْ يَزَلْ الْمُسْلِمُونَ يُوَرِّثُونَ تَارِكَ الصَّلاةِ وَيُوَرَّثُونَ عَنْهُ , وَلَوْ كَانَ كَافِرًا لَمْ يُغْفَرْ لَهُ وَلَمْ يَرِثْ وَلَمْ يُورَثْ . وَأَمَّا الْجَوَابُ عَمَّا احْتَجَّ بِهِ مَنْ كَفَّرَهُ مِنْ حَدِيثِ جَابِرٍ وَبُرَيْدَةَ وَرِوَايَةِ شَقِيقٍ فَهُوَ أَنَّ كُلَّ ذَلِكَ مَحْمُولٌ عَلَى أَنَّهُ شَارَكَ الْكَافِرَ فِي بَعْضِ أَحْكَامِهِ , وَهُوَ وُجُوبُ الْقَتْلِ . وَهَذَا التَّأْوِيلُ مُتَعَيِّنٌ لِلْجَمْعِ بَيْنَ نُصُوصِ الشَّرْعِ وَقَوَاعِدِهِ الَّتِي ذَكَرْنَاهَا , وَأَمَّا قِيَاسُهُمْ فَمَتْرُوكٌ بِالنُّصُوصِ الَّتِي ذَكَرْنَاهَا , وَالْجَوَابُ عَمَّا احْتَجَّ بِهِ أَبُو حَنِيفَةَ أَنَّهُ عَامٌّ مَخْصُوصٌ بِمَا ذَكَرْنَاهُ , وَقِيَاسُهُمْ لا يُقْبَلُ مَعَ النُّصُوصِ , فَهَذَا مُخْتَصَرُ مَا يَتَعَلَّقُ بِالْمَسْأَلَةِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ .