Suatu ketika seorang Wahabi (W) berkunjung ke rumah teman akrabnya yang Mantan Wahabi (MW). Setelah sampai di rumahnya, ternyata MW baru datang dari ziarah ke kuburan seorang wali dengan tujuan tabaruk. Akhirnya terjadilah dialog berikut ini:
W: “Dari mana bro?”
MW: “Dari ziaroh ke makam waliyullah dengan tujuan tabaruk?”
W: “Loh, kok tabaruk ke kuburan. Syirik bro, tidak boleh dilakukan.”
MW: “Siapa yang bilang syirik? Gak papa kok.”
W: “Menurut Ahlussunnah Wal-Jama’ah, tabaruk dengan orang mati atau kuburannya itu syirik.”
MW: “Loh, kok ada Ahlussunnah Wal-Jama’ah mensyirikkan tabaruk dengan orang wali atau kuburannya? Pasti ente salah alamat bro. itu pasti bukan Ahlussunnah. Itu pasti wahabi bro.”
W: “Loh, ini justru menurut madzhab Hanbali, yang didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, panutan seluruh Ahlussunnah bro.”
MW: “Di kitab apa ente dapatkan hukum syirik ini bro?”
W: “Di fatwanya Syaikh Ibnu Baz, dalam kitab Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 13 halaman 291”. Kemudian W mengambil kitab tersebut di ruang baca rumah MW, dan memperlihatkan fatwa tersebut kepada MW.
MW: “Begini bro, madzhab Hanbali versi Syaikh Ibnu Baz berbeda dengan madzhab Hanbali yang asli. Kaum wahabi mengaku sebagai pengikut Hanbali hanya semacam propaganda saja bro, agar mereka masih dikatakan sebagai bagian dari kaum Sunni. Karenanya dalam fatwa-fatwa Syaikh Ibnu Baz, meskipun dalam catalog penerbitannya dikatakan sebagai fiqih Hanbali, banyak yang bertentangan dengan pendapat ulama Hanbali, bahkan bertentangan dengan pendapat Imam Madzhab nya sendiri, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal.”
W: “Loh, kok bias bro? Bukankah Syaikh Ibnu Baz selalu menganjurkan kejujuran dan keikhlasan dalam beragama?”
MW: “Begini saja bro. Syaikh Ibnu Baz dalam fatwanya mensyirikkan dan melarang bertabaruk dengan wali atau makam wali. Padahal Imam Ahmad bin Hanbal sendiri membolehkan bertabaruk dengan makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Coba ente baca ini bro”. MW mengambil kitab al-‘Ilal wa Ma’rifah al-Rijal, karya Imam Ahmad bin Hanbal, yang diriwayatkan oleh putranya, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal. Dalam kitab tersebut juz 2 halaman 492, terdapat keterangan sebagai berikut ini:
3242 – سَأَلْتُهُ عَنِ الرَّجُلِ يَمَسُّ مِنْبَرَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَيَتَبَرَّكُ بِمَسِّهِ وَيُقَبِّلُهُ وَيَفْعَلُ بِالْقَبْرِ مِثْلَ ذَلِكَ أَوْ نَحْوَ هَذَا يُرِيْدُ بِذَلِكَ التَّقَرُّبَ إِلىَ اللهِ جَلَّ وَعَزَّ فَقَالَ : لاَ بَأْسَ بِذَلِكَ. (الإمام أحمد في كتابه العلل ومعرفة الرجال، 2/492).
“3243. Aku bertanya kepada ayahanda, al-Imam Ahmad bin Hanbal, tentang seorang laki-laki mengusap mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bermaksud tabarruk dengan mengusapnya itu, ia mencium mimbar itu, dan melakukan hal yang sama terhadap makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam atau yang seperti itu dengan maksud ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah - jalla wa ‘azza. Beliau menjawab: “Boleh”. (Al-Imam Ahmad bin Hanbal, al-‘Ilal wa Ma’rifah al-Rijal, juz 2 halaman 492).
Kemudian MW menyodorkan kitab lain yang ditulis oleh ulama ahli hadits, tentang pernyataan Imam Ahmad bin Hanbal tersebut, seperti kitab Mu’jam al-Syuyukh karya al-Dzahabi dan lain-lain. Setelah membaca kitab-kitab tersebut, akhirnya si W baru sadar bahwa fatwa-fatwa ulama Wahabi yang mengaku pengikut madzhab Hanbali ternyata banyak berbeda dengan fatwa ulama Hanabilah (pengikut Hanbali) masa lalu.
W: “Loh, kok fatwa Syaikh Ibnu Baz berbeda ya dengan fatwa Imam Ahmad bin Hanbali?”
Lalu MW menyodorkan kitab-kitab fiqih Hanbali, yang ditulis sebelum lahirnya aliran Wahabi. Ternyata semuanya menganjurkan tabaruk dengan wali dan makam wali.
W: “Kenapa bro fatwa Syaikh Ibnu Baz dan ulama wahabi lainnya banyak berbeda dengan ulama dulu?”
MW: “Ya namanya saja aliran baru. Pasti banyak berbeda dengan ulama salaf. Kalau tidak berbeda namanya bukan aliran baru. Karena itu, ente harus keluar dari aliran Wahabi bro. Ikuti saja Ahlussunnah Wal-Jama’ah, pasti mantap bro.”
Akhirnya si W keluar dari wahabi dan mantap dengan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, karena dasar-dasarnya sangat kuat dan mantap.
W: “Tapi harus ente akui bro, Syaikh Ibnu Baz sangat tegas dalam memerangi bid’ah hasanah.”
MW: “Itu hanya propaganda saja bro. Syaikh Ibnu Baz itu menolak istilah bid’ah hasanah, untuk menentang amalan-amalan yang tidak biasa dilakukan oleh kelompoknya saja bro.”
W: “Loh kok bisa begitu?”
MW: “Jawabannya besok bro. Insya Allah. Sekarang sudah malam, waktunya istirahat.” Bersambung ke judul MUFTI WAHABI MENERIMA BID’AH HASANAH.
https://www.facebook.com/MuhammadIdrusRamli/photos/pcb.283791861796060/283791641796082/?type=1



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.