Selasa, 06 Januari 2015

PERNYATAAN PARA ULAMA TENTANGperingatan Maulid


Banyak sekali pernyataan Ulama mengenai peringatan Maulid, termasuk diantaranya adalah pernyataan-pernyataan yang ada didalam kitab Al-Mausû’ah Al-Yûsufiyyah halaman 139-140 dengan perincian dan footnote sebagai berikut :
I. Ibnu Taimiyyah
Memuliakan kelahiran Nabi Muhammad r dan menjadikannya sebagai kegiatan musiman terkadang dilakukan oleh sebagian orang, dan bagi orang yang mengerjakannya mendapat pahala yang besar karena tujuan baik dan memulyaakannya kepada Rasûlullâh r .
Sumber ;
Al-Sîrah Al-Halabiyyah karya 'Ali ibn Burhânuddîn Al-Halabiy juz.1 hal.83-84. Ibn Taimiyyah juga menyebutkan dalam karyanya Iqtidhô' Al-Shirâth Al-Mustaqîm
II. Ibnu Hajar Al-Haitsamiy
Beliau menyimpulkan bahwa : Sesungguhnya bid’ah hasanah telah disepakati kesunnahannya, sedangkan berkumpulnya orang-orang untuk melaksakan amalan-amalan dalam peringatan maulid juga merupakan bid’ah hasanah.
III. Al-Imâm Abû Syâmah (guru Imâm Nawâwiy)
Diantara perkara yang belum pernah ada (bid’ah) yang terbaik pada zaman ini adalah sesuatu yang dikerjakan setiap tahun pada hari kelahiran Nabi r seperti bersedekah, melakukan kebajikan, merias diri, menampakkan kebajikan dll. Karena melakukan hal-hal tersebut serta berbuat baik kepada fakir miskin mengisyaratkan adanya rasa cinta dan memulyakan kepada Nabi r dalam hati orang-ornag yang melaksanakannya serta sebagai rasa syukur kepada Allâh I atas apa yang telah dianugerahkannya, yakni menjadikan utusan-Nya sebagai rahmat bagi seluruh semesta alam.
IV. Al-Sakhâwiy
Tidak ada seorang pun yang melaksanakan peringatan Maulid dari generasi salaf pada tiga kurun, yakni masa Nabi, Shohabat dan Tabi’in, namun peringatan tersebut baru ada setelahnya. Setelah itu peringatan Maulid selalu dilaksanakan oleh umat Islâm dari berbagai penjuru daerah dan kota, mereka juga bersedekah saat malam peringatan Maulid dengan berbagai macam sedekah serta membaca Maulid Nabi dengan bersungguh-sungguh dan berkah dari acara tersebut benar-benar mereka rasakan dengan berbagai keutamaannya.
Sumber ;
Al-Sîrah Al-Halabiyyah juz.1 hal.83-84
V. Ibnu Al-Jauziy
Termasuk daripada keistimewaan peringatan Maulid adalah aman sentosa selama satu tahun dimana peringatan Maulid tersebut dilaksanakan dan dengan segera akan mendapatkan kebahagiaan dengan memperoleh apa yang dicita-citakan dan diinginkan.
Sumber ;
Ibid juz.1 hal.83-84
VI. Al-Imâm Jalâluddîn Al-Suyûthiy
Perayaan Maulid Nabi r merupakan salah satu diantara bid'ah-bid'ah hasanah yang mana pelakunya akan memperoleh pahala karena dalam perayaan tersebut terdapat unsur-unsur mengagungkan terhadap beliau, menampakkan kebahagiaan dan bergembira atas lahirnya beliau.
Disunnahkan bagi kita menampakkan rasa syukur, berkumpul, bersedekah makanan dan perkara-perkara lain yang mengandung unsur taqorrub serta menampakkan kebahagiaan dengan lahirnya Nabi r .
Tidak ada satupun rumah, tempat atau masjid yang didalamnya dibacakan Maulid Nabi r kecuali orang yang ada didalamnya akan dikelilingi para Malaikat dan Allâh I akan meratakan rahmat dan ridho-Nya.
Sumber ;
Al-Hâwiy li Al-Fatâwiy juz.1 hal.292 & 196
VII. Ibnu Al-Hâjj
Kita wajib menambah ibadah dan kebaikan pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal sebagai rasa syukur atas beberapa nikmat agung yang dilimpahkan kepada kita, adapun nikmat yang paling agung adalah lahirnya beliau r .
Sumber ;
Al-Wasâ'il fiy Syarh Al-Masâ'il karya beliau sendiri
VIII. Syaikh Ahmad Zainiy Dahlân
Diantara wujud penghormatan terhadap Nabi Muhammad r adalah berbahagia pada malam (yang bertepatan dengan) kelahiran beliau dan membaca kisah tentang Maulid.
Sumber ;
Al-Daur Al-Saniyyah hal.190
IX. Al-Hâfizh Al-'Irôqiy
Mengadakan walimah dan mengeluarkan jamuan baik makanan atau minuman disetiap saat hukumnya sunnah, maka bagaimana jika hal-hal tersebut digabung dengan rasa senang dan gembira dengan munculnya cahaya Nabi r pada bulan yang mulia ini. Dan bukan berarti kalau perayaan ini adalah bid'ah lantas dihukumi makruh, karena tidak sedikit dari bid'ah yang dihukumi sunnah bahkan terkadang malah dihukumi wajib.
Sumber ;
Syarh Al-Mawâhib Al-Laduniyyah milik Al-Zarqôniy
X. Syaikh Al-Islâm Ibnu Hajar Al-‘Asqolâniy
Hukum asal memperingati Maulid adalah bid’ah yang belum pernah dilakukan oleh satupun Salaf Al-Shôlih dari tiga kurun pertama. Meskipun demikian, perayaan Maulid memuat kebajikan dan perbuatan tercela. Sehingga siapa saja yang melaksanakan perayaannya dalam bentuk yang baik serta menjauhi kemungkaran, maka hal itu merupakan bid’ah Hasanah, namun bila tidak dilaksanakan dengan cara demikian, maka merupakan bid’ah Sayyi’ah.
Dan dalilnya telah tercantum dalam kitab Shahîh Bukhâri-Muslim bahwa baginda Nabi ketika sampai di Madinah mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura’ (hari yang berepatan dengan tanggal 10 Dzul Hijjah). Kemudian Nabi bertanya mengenai hal itu kepada mereka. Lalu mereka menjawab : Hari itu adalah hari ditenggelamkannya Fir’aun dan diselamatkannya Nabi Musa u, oleh sebab itu kami berpuasa sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allâh I .
Dari Hadits diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa ungkapan rasa syukur kita atas karunia Allâh I baik berupa curahan ni’mat maupun terhindar dari niqmat (mara bahaya) dapat diselenggarakan pada hari yang tertentu. Dan dapat diselenggarakan kembali pada hari yang sama setiap tahunnya. Serta rasa syukur kita kepada Allâh I dapat kita salurkan dengan menunaikan beragam macam ibadah. Baik dengan bersujud (sujud syukur), berpuasa, bersedekah dan membaca Al-Qur’ân. Padahal tiada nikmat yang lebih agung selain lahirnya sang Nabi pembawa rahmat r . Oleh sebab itu selayaknya bagi kita untuk menampakkan rasa syukur kita dengan beragam macamnya, seperti membaca Al-Qur’ân, berbagi makanan dan membaca pujian kepada Nabi yang bisa menggugah hati kita untuk berbuat kebajikan dan amal-amal Ukhrowiy.
Sedangkan hal-hal lain yang mengiringi hal-hal diatas, semisal mendengarkan Al-Qur’ân, bermain alat-alat malahi dan lain-lain, maka hal tersebut masih dipilah-pilah. Jika perbuatan yang diikut sertakan itu merupakan perbuatan mubah, artinya termasuk dalam kategori ekspresi kegembiraan yang tidak melanggar norma-norma agama maka tidak apa-apa untuk disertakan dengan ragam rasa syukur. Dan jika hal-hal itu merupakan perbuatan haram ataupun makruh maka hendaknya tidak dilaksanakan dilaksanakan. Begitu pula perbuatan yang menyalahi amalan yang lebih utama (Khilâf Al-Awlâ).
Sumber ;
Al Fatâwî Al-Kubrô juz.1 hal.196
XI. Imam Ibnu ‘Âbidîn
Ketika menulis syarh untuk kitab Maulidnya Ibn Hajar beliau menyampaikan :
Perlu diketahui bahwa salah satu diantara bid’ah-bid’ah hasanah adalah perayaan Maulid pada bulan kalahiran Nabi r yakni Rabi’ul Awwal. Dan beliau juga menyatakan bahwa : Berkumpul untuk mendengarkan kisah-kisah Nabi sang pemilik mu’jizat merupakan salah satu diantara ibadah-ibadah yang agung, karena didalamnya terdapat pembacaan mu’jizat-mu’jizat dan banyak sholawat.
XII. Al-Syaikh Husnain Muhammad Makhlûf, guru besar Al-Azhâr Univercity
Seyogyanya dalam menyambut malam kelahiran Nabi dan malam-malam bulan Rabi’ul Awwal adalah dengan berdzikir kepada Allâh I dan bersyukur atas nikmat yang dianugerahkan kepada umat ini, yakni hadirnya Baginda Nabi di dunia, dan hal itu hanya bisa dicapai dengan kesopanan, kekhusyu’an dan menjauhi perbautan haram, bid’ah serta kemungkaran. Diantara bentuk ungkapan rasa syukur akan rasa cinta pada Nabi adalah menolong orang-orang yang membutuhkan dengan meringankan beban mereka dan silaturahim.
Meski bentuk-bentuk peringatan tersebut tidak pernah ditemui pada zaman Nabi r maupun pada zaman Salaf Al-Shâlih, namun hal itu sama sekali tidak melanggar norma-norma syari’at, bahkan merupakan sunah yang terpuji.
Sumber ;
Fatâwiy Syar’iyyah juz.1 hal.131
XIII. Syaikh Muhammad Mutawalliy Al-Sya’rôwiy
Marilah kita mulyakan hari kelahiran Nabi, karena seharusnya kita mengekspresikan rasa suka cita dan kegembiraan atas momen yang indah ini pada setiap tahun. Dan hal tersebut tidak lain hanya dengan merayakannya tepat pada waktunya….”.
Sumber ;
Alâ Mâ’idati Al-Fikri Al-Islâmiy hal.295
XIV. Syaikh Al-Mubasyir Al-Thorôziy
Sesungguhnya perayaan Maulid Nabi r telah menjadi hal yang wajib sekaligus menjadi pokok sebagai tandingan perayaan-perayaan mutakhir yang meresahkan pada akhir-akhir ini.
KUTIPAN BUKU “ MAULID NABI TRADISI YANG BERSYARI’AT ATAU SEKEDAR TRADISI ?
PENYUSUN :
Team Karya Ilmiyah Antariksa Kelas IV Tsanawiyyah MISRIU PP. Al-Falah Ploso Kediri 2008
1. GUS M. DLIYAULLAMI’
2. A. MA’MUN (ALM)
3. HUJJAM MABRURI
4. M. HARSANDI KUDUNG KANTIL
5. M. HAWI
6. SAIFURROHMAN
7. MANUTHO MUHAMMAD AR-ROSUL
8. SAIFUL MUNIR
9. ABDUL MANNAN
10. AINUL MUTTAQIN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.